Semenjak diakuinya pariwisata sebagai sebuah ilmu pada tahun 2008, merupakan sebuah peluang dan tantangan tersendiri bagi segenap pelaku pariwisata baik dari kalangan akademisi dan praktisi serta pemerhati pariwisata. Sebagai seorang pencinta pariwisata yang hidup dan memiliki "payuk jakan" pada dunia pariwisata merupakan sebuah kebanggan apabila mampu bersama-sama menyatukan barusan untuk semakin mengibarkan bendera pariwisata di tengah-tengah ilmu pengetahuan, sebagai wujud eksistensi ilmu pariwisata.
Saat ini posisi pariwisata ditengah-tengah ilmu pengetahuan masih menjadi pertanyaan bagi banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu. Ada pula yang berpendapat bahwa Ilmu pariwisata merupakan bagian dari ilmu sosial, adapula yang menyarankan bahwa ilmu pariwisata adalah cabang ilmu humaniora, karena banyak membahas tentang hubungan antar manusia. Demikian pula dengan aspek epistemologi, ada yang beranggapan bahwa pariwisata menggunakan metode deduktif, ada pula yang mengatakan dengan metode induktif dan ada pula yang berpendapat bahwa pariwisata adalah sui generis (tidak ini tidak itu), sama halnya dengan ilmu hukum.
Namun demikian, menurut pendapat saya, justru disinilah peluang dan tantangannya. Dikatakan peluang, karena Ilmu Pariwisata saat ini ibarat bunga yang sedang mekar dan mengundang banyak kumbang untuk mendekati dan menghisap sari madunya. Kumbang dalam perumpamaan ini adalah ilmuwan-ilmuwan dari berbagai cabang ilmu, yang semuanya ingin membantu proses penyerbukan bagi bunga sehingga nantinya diperoleh buah yang berkualitas dan bermanfaat bagi kehidupan manusia dan alam sekitarnya.
Ilmu pariwisata yang diibaratkan sebagai bunga akan memberikan madu bagi kumbang, yakni ilmuwan-ilmuwan berupa kredit point bagi karya ilmiahnya yang bertema ilmu pariwisata, yang dapat membawanya pada jenjang profesionalitas tertinggi sebagai seorang pakar.
Fenomena ini tampak nyata dalam perkuliahan pariwisata, khususnya jenjang S2 dan S3 dimana sebagian besar pesertanya berasal dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda, misalnya hukum, budaya, sastra, kepolisian, sosial, ekonomi, akuntansi, manajemen, arsitektur yang kesemuanya rata-rata berkecimpung dalam dunia pariwisata,sebagai pendidik ataupun praktisi pariwisata.
Tantangan kedepan, adalah menemukan jati diri ilmu pariwisata, apakah masuk dalam disiplin ilmu sosial, ataukah humaniora, ataukah sui generis? semuanya sangat bergantung pada semangat para ilmuwan pariwisata untuk melakukan studi mendalam mengenai objek formal pariwista sehingga mampu memberikan manfaat yang nyata (sisi Aksiologis) bagi kehidupan manusia dan alam sekitarnya, dengan menggunakan metode ilmiah baik kuantitatif, kualitatif, atau gabungan dari keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar