Interaksi Kekuasaan
Kalau kita amati apa yang terjadi pada kawasan Teluk Benoa saat ini, bagai bongkahan emas yang diintip dan ingin dimiliki berbagai kalangan. Boleh juga kalau kita sebut sebagai Emas Keramat yang sangat angker, apabila salah memperlakukannya akan mendapat kutukan dari yang Maha Kuasa. Kalau benar kita berbuat, maka "emas" ini menjadi berkilau, memancarkan "taksu" bagi kemuliaan, keagungan, kesejahteraan rakyat Bali, dan betul-betul Bali mencapai jaman keemasannya. Sebaliknya, apabila tidak benar membawa pusaka ini, maka "emas" itu berubah menjadi kuning, dan kuning itu seperti ampas yang berbau tidak sedap,
Kalau kita amati apa yang terjadi pada kawasan Teluk Benoa saat ini, bagai bongkahan emas yang diintip dan ingin dimiliki berbagai kalangan. Boleh juga kalau kita sebut sebagai Emas Keramat yang sangat angker, apabila salah memperlakukannya akan mendapat kutukan dari yang Maha Kuasa. Kalau benar kita berbuat, maka "emas" ini menjadi berkilau, memancarkan "taksu" bagi kemuliaan, keagungan, kesejahteraan rakyat Bali, dan betul-betul Bali mencapai jaman keemasannya. Sebaliknya, apabila tidak benar membawa pusaka ini, maka "emas" itu berubah menjadi kuning, dan kuning itu seperti ampas yang berbau tidak sedap,
Sebenarnya proses demokrasi sudah terjadi semenjak Gubernur Pastika menjabat. Beliau sangat demokratis. Mungkin kita perlu melirik latar belakang Gubernur kita sekarang ini, seorang Jenderal, Perwira Tinggi Polisi, memiliki reputasi nasional,cerdas, dan nasionalis. Beliau menerima pendapat yang bersebrangan dengan pendapat dirinya. Dari sisi perseorangan, memang beliau sangat layak untuk memimpin Bali, putra Bali terbaik yang dimiliki saat ini.
Demikian pula para pecinta lingkungan hidup yang tergabung dalam WALHI, dengan lantang dan heroik berupaya menggalang kekuatan untuk menggagalkan rencana reklamasi. Kenyataannya upaya yang ditempuh berhasil, sampai saat ini melalui jalur hukum, upaya pak Wayan "Gendo"Suardana menuai simpati masyarakat dan kalangan akademisi. Sampai saat ini Pak Wayan mampu memberikan pelajaran bagi sang Gubernur mengenai kasus Tahura, dimana Gubernur Pastika kalah di PTUN. Saat ini Pak Wayan masih ngotot agar SK Reklamasi Jilid 2 di cabut, yakni SK 1727/01-B/HK/2013 secara prinsip memiliki kesamaan dengan SK 2138/02-C/HK/2012 yang telah dicabut.
Bahkan RAJA MAJAPAHIT XIX juga menolak reklamasi (hmmm.....kayak di sinetron aja jadinya), bahkan ikut berseteru dengan Gubernur Pastika. Sang Raja menolak reklamasi berdasarkan kajian ilmiah dari UNUD,yakni dari aspek sosial budaya, teknis, lingkungan dan ekonomi finansial. Sang Raja yang juga mantan anggota Boy Band FBI bersama presenter Indra Bekti siap "bertarung" empat mata melawan Pak Gubernur dalam berargumen soal Reklamasi. Ditambah lagi, Kekuatan media nomor 1 di Bali, dengan moto"kenali dan nikmati dunia ini" bersama segenap pasukannya yang sejak awal sudah alergi dengan Geubernur sekarang turut serta setiap jam menghembuskan opini opini dari kontra reklamasi. Waaaaddduuuuhhhhhhh.........
Artinya, kekuatan dari Tokoh Masyarakat (Raja Maja Pahit), LSM (WALHI), Media, dan Masyarakat masing-masing sudah memiliki wakil untuk "menjegal" putusan Gubernur soal Reklamasi. Kita anggap kelompok ini merupakan kaum intelektual organik progresif. Selanjutnya dari Akademisi yang diwakili UNUD dan forum rektor (intelektual tradisional) juga menolak reklamasi dengan tegas.
GAMBAR 1
INTERAKSI KEKUASAAN DALAM REKLAMASI TELUK BENOA
INTERAKSI KEKUASAAN DALAM REKLAMASI TELUK BENOA
Pandangan Foucoldian terhadap Kasus Reklamasi
Mungkin kalau Machavelli dan Marx masih hidup, mereka bakal sedikit berdebat dengan Nietzche atau Michael Foucault. Machiavelli dan Marx memandang kekuasaan bersifat dikotomi, dua arah ada yang tertekan dan ada yang ditekan. Sementara Foucault melihat kekuasaan itu menyebar ke segala arah, ada di mana-mana, kekuasaan melahirkan pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri adalah kekuasaan.
Disini, dapat dilihat bahwa relasi kekuasaan dalam kasus reklamasi Teluk Benoa bersifat menyebar dari segela arah. Gubernur Bali sebagai EXECUTIVE dalam hal ini yang membuat peraturan dengan alasan yang sangat rasional untuk memajukan Bali ke depan melalui reklamasi, menerima kenyataan dalam sistem, dimana tidak semua ide briliannya dapat dieksekusi. Demikian juga komponen yang lain juga memainkan peranan yang baik dalam sistem, sehingga fungsi pengawasan terhadap pengembangan pariwisata Bali dapat terlaksana. Artinya pembangunan yang dilaksanakan tidak terlalu kebablasan, mengingat ketimpangan Bali Selatan dan Bali Utara yang sangat amat (dampak negatif seperti urbanisasi, kemacetan, sampah dan berbagai masalah sosial) dirasakan mulai mengganggu kehidupan masyarakat Bali Selatan.
Pendekatan yang Sebaiknya Dilakukan
GAMBAR 2
PENDEKATAN PENGEMBANGAN DESTINASI
Jika dilihat pada Gambar 2 , secara konseptual memang harus ada keseimbangan antara aspek Lingkungan, sosial dan ekonomi, demi tercapainya GREEN TOURISM, atau Sustainable Tourism Development. Kajian yang sudah dilakukan oleh Universitas Udayana, alangkah baiknya dipublikasi pada publik, paling tidak pada forum-forum ilmiah.
Artinya, jangan sampai keputusan mengenai reklamasi ini berubah-ubah, karena dapat menurunkan wibawa hukum dan pemerintah. Akibatnya sungguh memalukan dan memilukan nantinya, apabila ranah hukum dipermainkan untuk kepentingan sekelompok orang.
Ada kekhawatiran kasus reklamasi diredam sementara, mengingat di Bali saat ini berlangsung perhelatan akbar bersekala internasional, demi menjaga stabilitas keamanan. Setelah perhelatan selesai, maka kembali Reklamasi jilid 2 berlanjut.
Masalahnya bukan takut berlanjut, disini kalau memang Reklamasi memberi manfaat yang lebih besar untuk Bali ke depan, mengapa tidak? Singapura, Maldives, Jepang, melakukan reklamasi dan tampaknya baik-baik saja. Disisi lain, kekhawatiran yang dimunculkan WALHI dan Raja Majapahit juga sangat beralasan. Solusinya ya itu tadi, mari di buka ke hadapan publik mengenai hasil kajian terhadap reklamasi secara ilmiah dan objektif, atau perlu alternatif kajian dari pihak kedua sebagai pembanding???
Kembali, masalah di sini, bukan takut reklamasi jalan atau tidak. Yang penting kejelasan mengenai dampak negatif dan antisipasi terhadap dampak negatif yang dihasilkan.Kalau memang dampak negatif dapat diatasi dengan baik, ya.....silakan jalan.
TAPI---Kenapa PEMPROV atau Pemerintah Pusat tidak membangun akses yang sangat baik ke Bali Utara, sehingga investor tertarik untuk mengembangkan pariwisata di sana? atau.... STOP Pembangunan fisik untuk fasilitas pariwisata, dana dialihkan untuk pengembangan ECOTOURISM dengan konsep Community Based Tourism?
***BAY***
Link
http://posbali.com/tolak-reklamasi-forbali-kembali-demo/
http://regional.kompas.com/read/2013/09/11/1722296/Raja.Majapahit.XIX.Tolak.Reklamasi.Teluk.Benoa.Bali
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=80195
Artinya, jangan sampai keputusan mengenai reklamasi ini berubah-ubah, karena dapat menurunkan wibawa hukum dan pemerintah. Akibatnya sungguh memalukan dan memilukan nantinya, apabila ranah hukum dipermainkan untuk kepentingan sekelompok orang.
Ada kekhawatiran kasus reklamasi diredam sementara, mengingat di Bali saat ini berlangsung perhelatan akbar bersekala internasional, demi menjaga stabilitas keamanan. Setelah perhelatan selesai, maka kembali Reklamasi jilid 2 berlanjut.
Masalahnya bukan takut berlanjut, disini kalau memang Reklamasi memberi manfaat yang lebih besar untuk Bali ke depan, mengapa tidak? Singapura, Maldives, Jepang, melakukan reklamasi dan tampaknya baik-baik saja. Disisi lain, kekhawatiran yang dimunculkan WALHI dan Raja Majapahit juga sangat beralasan. Solusinya ya itu tadi, mari di buka ke hadapan publik mengenai hasil kajian terhadap reklamasi secara ilmiah dan objektif, atau perlu alternatif kajian dari pihak kedua sebagai pembanding???
Kembali, masalah di sini, bukan takut reklamasi jalan atau tidak. Yang penting kejelasan mengenai dampak negatif dan antisipasi terhadap dampak negatif yang dihasilkan.Kalau memang dampak negatif dapat diatasi dengan baik, ya.....silakan jalan.
TAPI---Kenapa PEMPROV atau Pemerintah Pusat tidak membangun akses yang sangat baik ke Bali Utara, sehingga investor tertarik untuk mengembangkan pariwisata di sana? atau.... STOP Pembangunan fisik untuk fasilitas pariwisata, dana dialihkan untuk pengembangan ECOTOURISM dengan konsep Community Based Tourism?
***BAY***
Link
http://posbali.com/tolak-reklamasi-forbali-kembali-demo/
http://regional.kompas.com/read/2013/09/11/1722296/Raja.Majapahit.XIX.Tolak.Reklamasi.Teluk.Benoa.Bali
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=80195
Tidak ada komentar:
Posting Komentar