Halaman Utama

Sabtu, Oktober 05, 2013

Wawancara Mendalam (In-Depth Interview)



Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi komunikasi atau percakapan antara  pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee) dengan maksud menghimpun informasi dari interviewee (Satori dan Komariah, 2012 : 129).
Wawacara mendalam dilakukan dalam konteks observasi partisipasi. Peneliti secara intensif terlibat dengan informan secara mendalam. Milan dan Schumacher dalam Satori dan Komariah (2012 : 130) menjelaskan bahwa , wawancara yang mendalam adalah tanya jawab yang terbuka untuk memperoleh data tentang maksud hati partisipan – bagaimana menggambarkan dunia mereka dan bagaimana mereka menjelaskan atau menyatakan perasaannya tentang kejadian-kejadian penting dalam hidupnya. Stainback (1988) dalam Satori dan Komariah (2012:130) Interviewing provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpret a situation or phenomenon than can be gained through observation alone.  Jadi, dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam mengekspresikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak dapat ditemukan dalam observasi.
Wawancara mendalam juga merupakan instrumen penelitian. Dengan  wawancara  mendalam kepada informan (orang yang dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai masalah yang sedang diteliti dan dapat berperan sebagai nara sumber dalam penelitian, Moleong dan Miles dalam Mantra, 2004:86) peneliti dapat mengetahui alasan sebenarnya dari responden mengambil keputusan seperti itu. Informan penelitian terdiri dari tiga kelompok, yaitu :
a.    Informan kunci, yakni informan yang dapat memberikan informasi inti dari penelitian yang dilakukan
b.    Informan Ahli, yaitu para ahli yang sangat memahami dan dapat memberikan penjelasan berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian dan tidak dibatasi dengan wilayah tempat tinggal. Misalnya : Akademisi, budayawan, tokoh masyarakat, agama dll.
c.    Informan insidental, yakni siapa saja yang ditemukan di wilayah penelitian yang diduga dapat memberikan informasi tentang masalah yang diteliti.
Sugiyino (2013 : 233),  jenis wawancara semi-terstruktur (semi structructure interview) sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan  dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka , dimana fihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.

Steps Involved in Conducting In-depth Interviews
1. Developing a sampling strategy
(Whose attitudes and beliefs matter to your research, and how will you find these people?)
2. Writing an in-depth interview guide
(An in-depth interview guide contains the questions that will be asked during the interview.)
3. Conducting the interviews
(Contact potential respondents to complete an interview.)
4. Analyzing the data
(Making sense of the findings.)


Daftar Pustaka
Anonim.2007.Workbook E : Conducting In-Depth Interview. http://www.wallacefoundation.org/knowledge-center/after-school/collecting-and-using-data/Documents/Workbook-E-Indepth-Interviews.pdf
Mantra, Ida Bagoes.2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Satori,Djam’an dan Komariah,Aan.2012.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : alfabeta
Sugiyono.2013.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung : Alfabeta
Berry, Rita S.Y. 1999. Collecting Data By In-Depth Interviewing. University of Exeter & Hong Kong Institute of Education: Hong Kong http://www.leeds.ac.uk/educol/documents/000001172.htm

Kuesioner



Pada penelitian survei, penggunaan kuesioner terstruktur merupakan hal pokok untuk pengumpulan data dari responden. Dari kuesioner tersebut akan didapat jawaban berupa angka-angka, dan pernyataan yang dapat diberi kode berupa angka-angka, sehingga dapat dibuat tabel statistik.
Setelah kuesioner disusun dan diulas,selanjutnya harus diuji coba (try out) di lapangan, kepada sekelompok responden yang memiliki ciri-ciri relatif sama dengan ciri responden pada siapa alat pengukur akan diterapkan nanti.
Fisher dalam Mantra (2004 : 80), jumlah responden untuk uji coba berkisar antara 30-50 orang, karena jumlah responden yang lebih dari 30 orang akan mendekati distribusi normal. Tujuan utama dari pretest atau try-out ini adalah untuk meyakinkan kita bahwa responden memahami pertanyaan yang diajukan. Di samping itu apakah perlu menambah atau mengurangi pertanyaan dengan memperhatikan tujuan penelitian dan kerangka tulisan (outline) yang akan dibuat. Setelah diperbaiki, maka diadakan pretest ulangan. Pelaksanaan pretest juga dikandung maksud untuk mengetahui apakah alat ukur yang dibuat memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.
Validitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang diukur. Menurut Ancok dalam Mantra (2004:80), timbangan hanya valid untuk mengukur berat, tidak valid untuk mengukur panjang, sebaliknya meteran hanya valid untuk mengukur panjang.  Apakah alat pengukur yang telah disusun memiliki validitas, yakni mampu mengukur apa yang ingin diukur, perlu diadakan pengujian.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hasil pengukuran tetap konsisten bila pengukuran diulang dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama. Apabila hasilnya tetap konsisten setelah hal yang sama diukur berkali-kali dengan alat ukur yang sama, maka reliabilitas alat ukur itu tinggi. Suatu alat pengukur yang baik harus memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.
Sebagai contoh, seorang peneliti bertanya kepada seorang responden, tentang umurnya sekarang. Responden menjawab bahwa ia berumur 49 tahun. Peneliti lalu mengajukan petanyaan yang kedua, yaitu bulan dan tahun berapa bapak lahir? Lalu dijawab oleh responden bahwa ia lahir bulan September 1941. Apabila hari ini adalah bulan Februari 1991, peneliti tersebut set lah menghitung membenarkan bahwa responden berumur 49 tahun.
Dalam contoh di atas, dua pertanyaan telah diajukan dan berhubungan dengan umur responden, masing-masing pertanyaan memberi jawaban yang saling membenarkan. Jawabannya konsisten dan stabil, maka dapat disimpulkan bahwa kedua-duanya memiliki reliabilitas. Apabila (setelah beberapa lama berselang) peneliti mendapatkan akte kelahiran responden yang memuat bahwa responden yang memuat bahwa kelahirannya pada September 1938, maka akhirnya peneliti mengambil kesimpulan, walaupun kedua pertanyaan pertama memberikan hasil yang reliabel, mereka tidak memberikan jawaban yang benar (valid) setelah akte kelahirannya diketemukan (Fisher dalam Mantra, 2004 :81).


Prinsip Penulisan Kuesioner (angket)
Menurut Uma Sekaran dalam Sugiono (2013:142)
a.      Isi dan tujuan pertanyaan
Dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan skala pengukurannya dan jumlah itemnya harus mencukupi  untuk mengukur variabel yang diteliti
b.      Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden, memperhatikan jenjang pendidikan responden, keadaan sosial budaya, dan “frame of revrence” dari responden.
c.      Tipe dan bentuk pertanyaan
Pertanyaan dalam kuesioner ada dua macam, terbuka dan tertutup.
Pertanyaan terbuka, mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berupa uraian tentang suat hal.
Pertanyaan tertutup, membantu responden untuk menjawab dengan cepat, dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data terhadap seluruh angket yang telah terkumpul.  Pertanyaan atau pernyataan dalam angket perlu dibuat kalimat tidak negatif dan kalimat negatif agar responden dalam memberikan jawaban setiap pertanyaan lebih serius dan tidak mekanistis.
d.      Pertanyaan tidak mendua
e.      Tidak menanyakan yang sudah lupa
f.       Pertanyaan tidak menggiring
g.      Panjang pertanyaan
h.     Urutan pertanyaan
i.       Prinsip pengukuran
j.        Penampilan fisik angket

Pengumpulan Data




Dua hal utama yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian, yaitu : kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data (Sugiono, 2013 :222). Dalam penelitian kuantitatif, kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan dan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu, instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel, apabila instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualtatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistik. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan.
Peneliti kualittif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Dalam penelitian kualitatif, segala sesuatu yang akan dicari dari obyek penelitian belun jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas. Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang  setelah peneliti memasuki obyek penelitian. Selain itu dalam memandang realitas, penelitian kualitatif berasumsi bahwa realitas itu bersifat holistik (menyeluruh), dinamis, tidak dapat dipisah-pisahkan ke dalam variabel-variabel penelitian. Kalaupun dipisah-pisahkan, variabelnya akan banyak sekali. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif ini belum dapat  dikembangkan instrumen penelitian sebelum masalah yang diteliti jelas sama sekali (Sugiono, 2013 : 223).
Keputusan mengenai alat pengambil data mana yang akan digunakan terutama ditentukan oleh variabel yang akan diamati atau data yang diambil, merupakan tahapan setelah melakukan (i) identifikasi, perumusan masalah, dan sumber masalah, (ii) penelaahan kepustakaan, (iii) penyusunan hipotesis dan proposisi, dan (iv) penentuan variabel (ubahan).  Jenis alat yang digunakan, disesuaikan pula dengan (Mantra, 2004:79) : (i) metode penelitian yang digunakan, (ii) kualitas alat, yaitu dari taraf validitas dan reliabilitas, pertimbangan-pertimbangan Sdari sudut praktis, misalnya besar kecil biaya, macam kualifikasi orang yang harus menggunakannya, mudah sukarnya menggunakan alat tersebut, dan sebagainya (Suryabrata dalam Mantra,2004:79).


Sumber :

Mantra, Ida Bagoes.2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. 
                            Bandung : Alfabeta
Sugiyono.2013.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung : Alfabeta