Pariwisata merupakan pilar pembangunan nasional, dimana dengan adanya kepariwisataan di Indonesia akan mampu membantu pemerintah dalam meningkatkan penerimaan devisa, pajak dan pengentasan kemiskinan.
Bali merupakan Daerah Tujuan Wisata dengan skala internasional yang merupakan aset bangsa sungguh berperan besar dalam mendukung pembangunan nasional. Kontribusi kepariwisataan Bali bagi pembangunan kepariwisataan nasional tercermin dari masih berpengaruhnya dampak bom Bali II, dimana terjadi penurunan terhadap kinerja kepariwisataan nasional (Dadang,2011). Peranan sektor hotel berbintang dan sektor perdagangan dalam menghasilkan nilai tambah bagi Propinsi Bali sebesar 32,57% masing-masing sebesar 12,32 persen dan 12,11 persen, sementara sektor restoran menyumbang 8,14 persen (Suhendra,dkk, 2000). Demikian pula trend jumlah wisatawan terus menerus meningkat dari tahun 2007 sampai 2011 sebanyak 15,18% (BPS Prov.Bali,2011) dan berkembangnya konsep kenyamanan berakomodasi mendorong pertumbuhan jumlah hotel pada Tahun 2010 sebanyak 1,36 % (BPS Prov.Bali,2011).
Jika kita telaah data-data di atas, dimana pertumbuhan wisatawan yang datang ke Bali terus meningkat, diiringi dengan jumlah pertumbuhan kamar hotel yang terus meningkat menimbulkan kekhawatiran terhadap daya dukung Pulau Bali yang sangat terbatas yang luas wilayahnya + 5.632,86 km2 atau 0,29 % dari luas kepu¬lauan Indonesia. Oleh karenanya saat ini para akademisi dan praktisi pariwisata mendengungkan konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan, demi terjaminnya kesejahteraan generasi mendatang. Kondisi ini dilatar belakangi oleh dampak negatif yang timbul akibat pembangunan hotel-hotel, antara lain menyebabkan kerusakan lingkungan, budaya, kenaikan harga-harga,kemacetan lalu lintas di jalur wisata utama, sampah plastik, dan terpinggirnya kehidupan masyarakat asli dimana hotel-hotel tersebut dibangun.
Bisnis hotel dan fasilitas akomodasi adalah bisnis yang sangat menguntungkan dan sustainable atau bertahan lama. (Wibowo,2012) Tercapainya tingkat keuntungan harus didasari pada pengelolaan yang memiliki tanggung jawab pada keberlanjutan pengembangan pariwisata di Bali. Jika kita amati trend pengelolaan hotel di Bali saat ini sudah mengalami pergeseran, dari pembangunan hotel-hotel yang berdasarkan konsep mass tourism, dimana hotel dibangun dengan menggunakan lahan yang luas, bangunan bertingkat, jumlah kamar yang banyak, mass service, dan dekat dengan pantai. Hotel-hotel yang dibangun dengan konsep mass tourism, pada umumnya berdiri sebelum tahun 1990 dimana pada saat itu kesadaran untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan masih kurang.
Saat ini pengelolaan fasilitas akomodasi cenderung mengarah pada konsep sustainable tourism development, yang tercermin pada perhatian para investor dan manajemen pada aspek budaya, lingkungan, sosial dan ekonomi dimana lebih memperhatikan masyarakat setempat (community based tourism). Aspek local genuine seperti Tri Hita Karana juga menjadi pedoman bagi pengelolaan hotel. Jumlah kamar tidak terlalu banyak (puluhan kamar), bahan baku menggunakan produk dari masyarakat setempat, tenaga kerja juga lebih menggunakan masyarakat setempat, konsep menyatu dengan alam dan masyarakat setempat. Namun demikian harga kamar dan tingkat konsumsi tamu/wisatawan jauh lebih tinggi dari pada hotel-hotel yang dikelola dengan konsep mass tourism. Dalam hal ini trend pengelolaan fasilitas akomodasi di Bali saat ini sudah mengarah pada konsep Quality Tourism.
Mengacu pada konsep dasar operasional ekowisata (From, dalam Arida 2009) yaitu : (i) Perjalanan outdoor dan di alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Dalam ekowisata diutamakan penggunaan sumber daya hemat energi, seperti tenaga surya, bangunan kayu, bahan daur ulang, dan bahan lain yang ramah lingkungan. Sebaliknya dalam aktivitas ekowisata diupayakan agar tidak mengorbankan kelestarian flora dan fauna, tidak mengubah topografi lahan, misalnya dengan mendirikan bangunan yang asing bagi lingkungan dan budaya masyarakat setempat. (ii) Wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas akomodasi yang diciptakan dan dikelola oleh masyarakat kawasan wisata itu. Prinsipnya, akomodasi yang tersedia bukanlah perpanjangan tangan hotel internasional dan makanan yang ditawarkan juga bukan makanan yang berbahan baku impor, melainkan semuanya berbasis produk lokal. Termasuk dalam hal ini adalah penggunaan jasa pemandu wisata lokal. Oleh sebab itu, wisata ini memberikan keuntungan langsung bagi masyarakat lokal. (iii) Perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal. Para wisatawan biasanya belajar dari dari masyarakat lokal, bukan sebaliknya menggurui mereka. Wisatawan tidak menuntut masyarakat agar menyuguhkan pertunjukan dan hiburan ekstra, namun mendorong mereka agar diberi peluang untuk menyaksikan upacara dan pertunjukan yang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat.
Tabel 1
Perbandingan Pengelolaan Hotel di Bali
Konsep Mass Tourism
1. Jumlah kamar yang banyak 2. Penggunaan bahan pembersih berdasarkan cost effectiveness
3. Bangunan hotel bertingkat
4. Sebagian besar menggunakan konsep arsitektur modern, sementara arsitektur Bali merupakan bagian
minor
5. Dikelola bukan masyarakat setempat
6. Sebagian besar merupakan chain hotel
7. Bahan makanan sebagian besar impor
8. Karyawan yang bekerja sebagian besar bukan masyarakat setempat
9. Mendatangkan atraksi dari luar, bukan milik masyarakat setempat
Konsep Sustainable Tourism Development
1. Jumlah kamar sedikit
2. Penggunaan bahan pembersih yang ramah lingkungan
3. Bangunan hotel tidak bertingkat
4. Menggunakan arsitektur bali
5. Dikelola oleh masyarakat setempat
6. Bukan chain hotel
7. Bahan makanan dan minuman menggunakan berasal dari hasil cocok tanam dan peternakan masyarakat
setempat
8. Karyawan yang bekerja sedapat mungkin menggunakan sebagian besar masyarakat setempat
9. Atraksi yang disuguhkan di hotel berasal dari masyarakat setempat
Sumber : Hasil pengamatan penulis bedasarkan konsep ekowisata, 2012
Berdasarkan Tabel 1 diatas, tentunya sebagai insan pariwisata mengharapkan agar seluruh pengelolaan fasilitas akomodasi di Bali (hotel, losmen, guest house, penginapan dsb) agar konsisten dan terus mengembangkan konsep sustainable tourism development. Tentunya harapan ini harus didukung oleh seluruh komponen seperti pemerintah yang mengeluarkan peraturan-peraturan dan yang menegakkan aturan, serta para investor dan pengelola fasilitas akomodasi sebagai para pelaksana di lapangan. Adapun keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan fasilitas akomodasi berdasarkan konsep sustainable tourism development adalah : (i) Keadaan tanah di Bali akan tetap terjaga kualitasnya, demikian pula kepemilikan lahan di Bali tetap dimiliki oleh masyarakat Bali, dimana kepemilikan lahan merupakan suatu kunci strategis bagi konsep ajeg Bali, (ii) Kesejahteraan masyarakat disekitar area hotel/ fasilitas akomodasi dapat dirasakan dan ditingkatkan, karena dengan berdirinya hotel/fasilitas akomodasi tersebut menekankan aspek pengelolaan yang lebih banyak melibatkan masyarakat setempat, sehingga perputaran ekonomi membawa efek yang menguntungkan bagi masyarakat setempat, (iii) Kehidupan sosial budaya akan terpelihara dengan baik, dengan menggunakan atraksi-atraksi dan daya tarik wisata yang berasal dari masyarakat setempat akan menggairahkan potensi kreasi seni yang ada, demikian pula arus urbanisasi dapat ditekan karena msyarakat setempat mendapatkan mata pencaharian baru dengan berdirinya hotel/fasilitas akomodasi di daerahnya.
Beberapa hotel/fasilitas akomodasi yang sudah menggunakan konsep sustainable tourism development, misalnya : Sarin Buana Ecolodge (Desa Sarin Buana, Kecamatan Selemadeg, Tabanan Bali), Puri Bagus Jati (Desa Taro, Gianyar) dan hotel-hotel yang memenangkan Tri Hita Karana Award, seperti : Novotel Benoa Bali, Four Season Resort, Intercontinental Bali Resort, Inna Grand Bali Beach, dan masih banyak lagi hotel-hotel lainnya (lebih dari 20 hotel yang sudah memenangkan THK award). Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin banyak investor dan pengelola usaha fasilitas akomodasi yang makin peduli dengan konsep sustainable tourism development.
Demikian pula Pemerintah Daerah Provinsi Bali dengan PERDA No. 16 Tahun 2009 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 (Balai Informasi Penataan Ruang, 2012) RTRWP Bali salah satunya didasarkan asas Tri Hita Karana, yaitu falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia, merupakan wujud komitmen pemerintah dalam mewujudkan konsep sutainable tourism development.
Para insan pariwisata di seluruh Indonesia sungguh berbahagia karena sejak tahun 2008 berdasarkan surat Dirjen Dikti Depdiknas No.947/D/T/2008 dan 948/D/T/2008, pariwisata sudah diakui sebagai ilmu mandiri (Wisnawa, 2011). Para akademisi dan profesional yang berkecimpung di bidang pariwisata tentunya menerima kenyataan ini sebagai sebuah amanah untuk dapat mengisi dan mengembangkan ilmu pariwisata sehingga nantinya mampu menjawab semua permasalahan di bidang pariwisata. Pengembangan kepariwisataan di Bali, termasuk pengelolaan hotel dan fasilitas akomodasi yang banyak berkontribusi dalam pelestarian lingkungan dan keberlanjutan bagi kesejahteraan masyarakat harus berlandaskan konsep sustainable tourism development.
Literatur
Anonim, 2012, Penataan Ruang, Balai informasi Penataan Ruang, Dirjen Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum, http://werdhapura.penataanruang.net/images/stories/kompilasi/Perda/Provinsi/Prov-Bali.pdf
Dadang, (2011),Executive Summary : Background Study dalam Rangka Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014 Bidang Pariwisata Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga http://kppo.bappenas.go.id/files/9810ringkasan-eksekutif-bidang-pariwisata%202010-2014.pdf
Suhendra, Sugiharto dan Oswari .2000. Peranan Sektor Pariwisata dalam Pertumbuhan Ekonomi Makro Propinsi Bali dengan Pendekatan Input-Output, FE STIE Guna Dharma,http://www.docstoc.com/docs/22630588/PERANAN-SEKTOR-PARIWISATA-DALAM-PERTUMBUHAN-EKONOMI-MAKRO-PROPINSI
Sukma Arida, Nyoman. 2011. Meretas jalan Ekowisata Bali, Proses Pengembangan, Partisipasi Lokal, dan Tantangan Ekowisata di Tiga Desa Kuno, Bali. Denpasar : Udayana University Press
Wibowo, 2012, Langkah Memulai Bisnis Hotel, http://knhotelconsultant.wordpress.com
Wisnawa, Bayu, 2011 , Pariwisata Sebagai Ilmu (Tinjauan Ontologi), http://madebayu.blogspot.com/2010/01/pariwisata-sebagai-ilmu-tinjauan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar