Halaman Utama

Sabtu, Februari 04, 2012

Pariwisata Kerakyatan

Pariwisata kerakyatan merupakan konsep pariwisata alternatif sebagai antisipasi teerhadap pariwisata konvensional. Pariwisata alternatif (alternative tourism) mempunyai pengertian ganda, di satu sisi dianggap sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang ditimbulkan sebagai reaksi terhadap dampak-dampak negatif dari pengembangan pariwisata konvensional. Di sisi lain dianggap sebagai bentuk kepariwisataan yang berbeda dari pariwisata konvensional untuk menunjang kelestarian lingkungan (Kodyat, 1997).

Konsep pembangunan pariwisata berbasis kerakyatan berbeda dengan pembangunan konvensional. Model “top-down” telah melupakan konsep dasar pembangunan itu sendiri, sehingga rakyat bukannya semakin meningkat kualitas hidupnya, tetapi malah merugikan dan bahkan termarginalisasi di lingkungan miliknya sendiri. Dalam model “bottom-up”, pembangunan sebagai “social learning” yang menuntut adanya partisipasi masyarakat lokal, sehingga pengelolaan pembangunan benar-benar dilakukan oleh mereka yang hidup dan kehidupannya paling dipengaruhi oleh pembangunan tersebut (Pitana, 1999).

Konsep pariwisata kerakyatan menurut Pitana (2002) memiliki karakteristik ideal, antara lain:

1) Skala usaha yang dikembangkan adalah skala kecil, sehingga lebih mudah dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah dalam pengusahaannya.

2) Pelaku adalah masyarakat menengah ke bawah atau biasanya didominasi oleh masyarakat lokal (local owned and managed).

3) Input yang digunakan, baik sewaktu konstruksi maupun operasional berasal dari daerah setempat atau komponen impornya kecil.

4) Aktifitas berantai (spin of activity) yang ditimbulkan sangat banyak, baik secara individu maupun kelembagaan akan semakin besar yang konsekuensinya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal dan besar.

5) Berbasiskan kebudayaan lokal karena pelakunya adalah masyarakat lokal.

6) Ramah lingkungan, karena terkait dengan tidak adanya kontroversi lahan secara besar-besaran, serta tidak adanya pengubahan bentang alam yang berarti.

7) Tidak seragam, karena bercirikan keunikan daerah setempat.

8) Menyebar di berbagai daerah.

Pariwisata kerakyatan ingin menyeimbangkan (harmonis) antara sumber daya, masyarakat dan wisatawan (Natori, 2001). Dalam konsep pembangunan pariwisata yang berbasis kerakyatan, masyarakat lokal berperan sebagai pelaku utama kegiatan pariwisata, karena yang paling tahu potensi wilayahnya atau karakter dan kemampuan unsur-unsur yang ada dalam desa termasuk pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakatnya (indegenious knowledge), sehingga pembangunan yang akan direncanakan sesuai keinginan masyarakat lokal: dari, oleh dan untuk rakyat (Adhisakti, 2001 dalam Suryasih 2003:21). Pariwisata kerakyatan adalah industri kepariwisataan yang pelaku utamanya adalah rakyat itu sendiri dengan bermodalkan pada kesederhanaan dan keunikan kehidupan keseharian adat budaya, dimana rakyat akan mendapat nilai tambah (value added) dalam kehidupan ekonominya maupun sosial (Dyana, 2004).

Terciptanya hubungan yang harmonis antara masyarakat local, sumber daya alam/budaya, dan wisatawan merupakan tolak ukur pembangunan pariwisata berbasis kerakyatan




Hubungan antara komponen pembangunan pariwisata berbasis kerakyatan, dapat dilihat dari:

1. Adanya peningkatan antusiasme pembangunan masyarakat melalui pembentukan suatu wadah organisasi untuk menampung segala aspirasi masyarakat, melalui sistem kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat lokal.

2. Adanya keberlanjutan lingkungan fisik yang ada di masyarakat, caranya adalah melalui konservasi, promosi dan menciptakan tujuan hidup yang harmonis antara sumber daya alam, sumber daya budaya, dan sumber daya manusia. Penemuan kembali potensi sumber daya alam dan sumber daya budaya.

3. Adanya keberlanjutan ekonomi melalui pemerataan dan keadilan dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.

4. Membangun sistem yang menguntungkan masyarakat seperti sistem informasi yang dapat digunakan bersama-sama.

5. Menjaga kepuasan wisatawan melalui pelayanan yang lebih baik, pengadaan informasi yang efektif, efisien, tepat guna serta mengutamakan kenyamanan bagi wisatawan (Natori, 2001).

Dalam suatu pembangunan yang terintegrasi, masyarakat harus mampu mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara bijak sehingga pengembangan memberikan kontribusi yang positif khususnya pada peningkatan ekonomi.

Sistem pariwisata yang berbasis kerakyatan sangat cocok diterapkan untuk mengembangkan pariwisata di daerah pedesaan. Sebagaimana diketahui bahwa pariwisata pedesaan adalah bentuk aktifitas pariwisata yang sangat kental nuansanya pada pemberdayaan masyarakat baik sebagai objek ataupun sebagai subyek kegiatan pariwisata itu sendiri (Mendra, 2005: 18). Pariwisata pedesaan secara keseluruhan menawarkan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan, baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat-istiadat keseharian, arsitektur bangunan maupun struktur tata ruang desa yang khas atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan (atraksi, akomodasi, makan, minum dan lain-lain) (Depbudpar, 2000).

Pariwisata pedesaan termasuk ke dalam jenis usaha kecil, karena melayani pasar kecil, memerlukan modal relatif lebih sedikit, memanfaatkan sumber daya setempat dan tidak memerlukan sumber daya yang canggih dan mahal. Ramuan utama pariwisata pedesaan adalah keaslian, keunikan, rasa khas daerah, dan kebanggaan daerah yang berwujud gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya. Keaslian dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, fisik, dan sosial daerah pedesaan tersebut misalnya tata ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentang alam, jasa, peristiwa sejarah dan budaya yang penting, serta pengalaman yang eksotik khas daerah. Secara khusus berkaitan dengan perilaku, integritas, keramah-tamahan, dan kesungguhan penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Dengan demikian permodelan pariwisata pedesaan dapat mengembangkan identitas dan ciri khas daerah sesuai dengan prinsip dan tata cara adat setempat. Adapun caranya adalah dengan mengembangkan mutu produk wisata pedesaan, pengembangan sumber daya manusia untuk menjadi wirausaha pariwisata pedesaan, pembuatan kelompok usaha lokal, dan memberikan kesempatan pada masyarakat setempat untuk ikut mengendalikan strategi dan pelaksanaan kegiatan tersebut (Nasikun, 1997).

Dalam upaya implementasi pariwisata kerakyatan di Desa Tihingan diperlukan pemberdayaan faktor-faktor produksi pariwisata yang berdimensi kerakyatan untuk menuju pariwisata berkelanjutan (berkelanjutan di bidang fisik, sosial-budaya dan ekonomi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar