Halaman Utama

Rabu, Oktober 28, 2009

NILAI PELANGGAN

Kotler (2000) mendefinisikan total customer value sebagai kumpulan manfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Pembeli akan membeli dari perusahaan yang mereka anggap menawarkan customer delivered value yang tertinggi. Customer delivered value merupakan selisih antara total customer value atau jumlah nilai bagi pelanggan dan total customer cost. Total delivered value terdiri dari dua dimensi utama yaitu benefit atau total customer value. Gambar 2.1 menunjukkan total customer value meliputi nilai produk, nilai pelayanan, nilai citra dan nilai karyawan. Dan kedua total customer cost meliputi biaya moneter, biaya waktu, biaya tenaga dan biaya psikologikal.
Berdasarkan teori yang sudah dikembangkan baik SERVQUAL dan SERVPERF, maka penelitian mi mencoba menggulirkan konsep Perceived value untuk mengukur kepuasan pelanggan. Konsep ini lebih relevan dalam mengukur kepuasan pelanggan, karena merupakan selisih antara manfaat yang diterima dengan biaya yang dibayarkan konsumen. Berdasarkan konsep ini, konsumen akan puas jika manfaat yang diterima lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Dimensi dari total customer value terdiri dari 4 komponen:
Nilai produk merupakan keunggulan atau kelebihan jasa dibandingkan jasa yang ditawarkan pesaing.
1. Nilai karyawan merupakan segi sumber manusia dari perusahaan yang menawarkan jasa kepada konsumen.
2. Nilai pelayanan merupakan pelayanan yang diberikan perusahaan ketika menawarkan jasanya kepada konsumen.
3. Image merupakan kesan yang diperoleh konsumen terhadap jasa yang ditawarkan perusahaan. Dimensi biaya terdiri-dari 4 komponen yaitu;
a. Biaya moneter adalah harga nominal yang harus dibayarkan konsumen untuk memperolehjasa tersebut.
b. Biaya waktu adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan konsumen untuk berinteraksi dengan perusahaan j asa.
c. Biaya tenaga adalah pengorbanan secara fisik berupa tenaga yang harus dikeluarkan konsumen untuk memperoleh jasa tersebut.
4. Biaya psikologis adalah pengorbanan secara psikologis yang dirasakan konsumen untuk memperoleh dan menikmati jasa tersebut.

Perceived Value

Parasuraman, Zeithami dan Berry (1985,1988) menyatakan bahwa tingginya kualitas jasa yang diterima konsumen akan mampu meningkatkan kepuasannya. Hal ini didukung Cronin dan Taylor (1992) bahwa kepuasan konsumen akan dipengaruhi oleh tingkat kualitas jasa yang mereka terima dan disempurnakannya lagi bahwa kinerja suatu jasa akan menjadi faktor penentu kepuasan konsumen. Assael (1998) mengatakan bahwa konsumen lebih berorientasi pada nilai atau value yaitu kondisi dimana konsumen melihat harga lebih pada nilai yang dimilikinya. Pendapat serupa dikemukan oleh Zeithami (1998) yang mendefinisikan perceived value sebagai penilaian konsumen secara keseluruhan terhadap kegunaan suatu produk atau jasa berdasarkan persepsi atas apa yang telah diberikan dan atas apa yang telah didapat. Perceived value merupakan trade off antara evaluasi pelanggan terhadap benefits dan costs dari jasa yang digunakannya (Bolton dan Drew 1991). Penilaian pelanggan terhadap value tergantung pada pengorbanan (biaya moneter dan non moneter yang berhubungan dengan penggunaan jasa) dan kerangka referensi dari pelanggan (Zeithami 1988; Bolton dan Drew 1991).

HARAPAN PELANGGAN

Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya (Zeithami, et al, 1993). Pengertian ini didasarkan pada pandangan bahwa harapan merupakan standar prediksi. Selain standar prediksi, ada pula yang menggunakan harapan sebagai dari ideal.
Umumnya faktor-faktor yang menentukan harapan pelanggan meliputi kepatuhan pribadi, pengalaman masa lampau, rekomendasi dan mulut ke mulut dan an. Zeithami, et al. (1993) melakukan penelitian khusus dalam sektor jasa dan mengemukakan bahwa harapan pelanggan terhadap kualitas suatu jasa terbentuk oleh beberapa faktor berikut:
1. Enuring Service Intensifiers
Faktor in'i merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Faktor mi meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang jasa. Seorang pelanggan akan berharap bahwa ia patut dilayani dengan balk pula apabila pelanggan lainnya dilayani dengan baik oleh pemberi jasa. Selain itu, filosofi individu (misninya seorang nasabah bank) tentang bagaimana memberikan manfaat yang benar akan menentukan harapannya pada sebuah bank.
2. Personal Needs
Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis.
3. Transitory Service Intensifiers
Faktor ini menipakan faktor individual yang bei sifat sementara (jangka pendek) yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa. Faktor ini meliputi;
• Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan ingin perusahaan bisa membantunya.
• Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya untuk menentukan baik-buruknya jasa berikutnya.
4. Perceived service Alternatives
Perceived service alternatives menipakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa alternatif, maka harapannya terhadap suatu jasa cenderung akan semakin besar.
5. Self Perceived service Roles
Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajat keterilibatannya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. Jika konsumen terlibat dalam proses pemberian jasa dan jasa yang terjadi temyata tidak begitu baik, maka pelanggan tidak bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya pada si pemberi Jasa. Oleh karena itu, persepsi tentang derajat keterlibatannya ini akan mempengaruhi tingkat jasa yang bersedia diterimanya.
6. Explicit Service Promises
Faktor ini merupakan pernyataan (secara personal atau nan personal) oleh organisasi tentang jasanya kepada pelanggan. Janji mi bisa berupa ikian, personal selling, perjanjian atau komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut.
7. Implisit Service Promises
Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan diberikan. Petunjuk yang memberikan gambaran jasa ini meliputi biaya untuk memperolehnya (harga) dan alat-alat pendukung jasanya. Pelanggan biasanya menghubungkan harga dan peralatan (tangible assets) pendukung jasa dengan kualitas jasa. Harga yang mahal dihubungkan secara positif dengan kualitas yang tinggi.
8. Word of Mouth
Word of Mouth merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada pelanggan. Word of Mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayaiiiya. Di samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri.
9. Past Experience
Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah diterimanya dl masa lalu.
Harapan-harapan pelanggan ini dari waktu ke waktu berkembang, selring dengan semakin banyaknya informasi (nonexperimential information) yang diterima pelanggan serta semakin bertambahnya pengalaman pelanggan. Pada gilirannya, semua ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.