Halaman Utama

Kamis, April 02, 2009

DANAU BUYAN DAN BRATAN, SEBUAH KONTROVERSI


Gambaran Umum
WTO (Organisasi Pariwisata Dunia) telah memprediksikan bahwa pariwisata merupakan industri terbesar yang tumbuh di abad 21 dengan perkiraan mencapai 1,6 milliar wisatawan pada tahun 2020, dengan kemampuan pembelanjaan mencapai US$ 2 triliun (atau meningkat 5 kali lipat dibandingkan kondisi pada tahun 2005 yang hanya mencapai US$ 445miliar). Kondisi ini menjanjikan suatu harapan akan kesejahteraan bagi kalangan pariwisata dan kalangan yang bergerak disekitar industri pariwisata. Investasi di bidang pariwisatapun terus berkembang, mulai dari pembangunan hotel, restauran dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya.


Pulau Bali merupakan daerah tujuan wisata, meskipun didera berbagai cobaan seperti bom dan isu flu burung, namun pengembangan pariwisata di Bali tak pernah berhenti. Pariwisata tetap menjadi motor utama penggerak perekonomian di Bali yang didukung oleh pemerintah, pengusaha dan seluruh masyarakat Bali. Kondisi ini tercermin dari jumlah wisatawan yang datang kepulau Bali. 27,83% wisatawan yang datang ke Bali melalui Bandara Ngurah Rai menduduki posisi teratas, disusul oleh Batam 23,39% dan Jakarta 21,24%.


Sumbangan sektor pariwisata di Bali terhadap pembangunan daerah Bali sudah tidak dapat disangkal lagi. Dengan adanya pariwisata, membutuhkan sarana dan prasarana seperti hotel, restauran, biro perjalanan, jasa komunikasi, jasa perbankan, jasa suplier makanan dan minuman, dll yang menyerap banyak tenaga kerja.Sumbangan pajak yang dihasilkan sektor pariwisata sangat membantu pemerintah untuk melaksanakan pembangunan di Bali. Devisa yang dihasilkan sangat membantu pemerintah di dalam menstabilkan nilai Rupiah terhadap mata uang asing dan menyeimbangkan neraca perdagangan pemerintah.


Berbagai macam produk wisata yang ditawarkan di Bali, meliputi produk kreasi budaya (culture) , peninggalan sejarah (heritage), nature atau eko-wisata dan pengembangan pariwisata alternative, seperti wisata spiritual. Bali memiliki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan dan dikelola sebagai suatu destinasi wisata. Hal yang paling menonjol adalah kebudayaan Bali yang tidak pernah ada habis daya tariknya untuk dinikmati wisatawan manca negara maupun wisatawan domestik. Selain kebudayaan Bali yang memberikan suasana ’hidup’, Bali juga didukung oleh sumber daya alam yang dapat dikembangkan sebagai produk wisata alam. Sumber daya alam tersebut berupa gunung, sungai, danau dan sumber daya alam lainnya.

Danau di Bali Peranan dan Permasalahan yang Dihadapi
Danau menyimpan potensi wisata yang luar biasa, Bali memiliki empat buah danau, yakni : Danau Beratan (370 ha), Batur (1607 ha),. Buyan (360 ha), dan Tamblingan (110 ha). Keempat danau ini memiliki potensi wisata yang luar biasa. Menurut Prof. Mardani (2009), keempat danau di Bali ini merupakan nyawa dari Pulau Bali yang harus dijaga kelestariannya, karena keempat danau ini mengairi seluruh sungai-sungai yang ada di Bali. Tidak dapat dibayangkan jika keempat danau ini tidak dijaga kelestariannya, berbagai macam bencana akan datang menimpa Pulau Bali. Saat ini tiga danau yang sudah dikelola untuk tujuan pariwisata, yakni Danau Batur, Danau Buyan dan Danau Beratan. Bagi masyarakat Bali, danau merupakan tempat yang disucikan.Oleh karenanya pengembangan pariwisata di daerah danau harus memperhatikan aspek budaya, lingkungan dan aspirasi masyarakat sekitar danau. Dewasa ini semakin banyak alam di Bali yang dirongrong dan menjadi incaran para investor seperti kawasan Danau Beratan yang kini telah dibangun villa-villa, Pantai Kelating di Tabanan yang juga akan dibangun villa, rusaknya bukit di dreamland Pecatu yang hanya untuk pembangunan apartemen, kawasan Pantai Padang Bai yang kini juga sedang dibangun hotel berbintang meskipun kini proyek tersebut sedang terhenti karena masalah perijinan daerah. Di tempat lain masih saja ada kasus yang sama, seperti halnya di Danau Buyan yang merupakan kawasan hutan lindung dimana sumber daya alamnya masih dibutuhkan oleh masyarakat kawasan danau Buyan pada khususnya dan masyarakat Bali pada umumnya. Kini kawasan bumi perkemahan tersebut akan dibangun villa oleh investor luar dengan dana mencapai triliunan rupiah. Kawasan Danau Buyan dianggap sebagai kawasan suci yang seharusnya dilestarikan, menurutnya juga nanti akses untuk menuju ke Buyan II kemungkinan akan ditutup untuk umum. Jelas saja itu akan sangat memberatkan masyarakat lokal pada umumnya karena kawasan hutan di danau Buyan sangat mempengaruhi kehidupan bagi penduduk setempat. Di samping itu banyak faktor lain yang membuat proyek ini menjadi proyek illegal, seperti misalnya masalah perijinan yang cacat (sumber: Walhi Bali). Lima desa di kawasan tersebut sendiri menolak adanya pembangunan villa dan sejenisnya, begitu juga dengan beberapa LSM, NGO dan Mapala jelas menolak proyek ini. Karena seperti yang sudah-sudah, pembangunan seperti itu kebanyakan tidak berpihak kepada masyarakat setempat dan terutama kepada alam dan ekosistem yang ada. Kami menyempatkan diri untuk datang melihat situasi dan kondisi Danau Buyan begitu proyek tersebut dipublikasikan, namun waktu itu proyek belum berjalan sama sekali, dua bulan berlalu kami kembali ke Danau Buyan untuk menolak pembangunan tersebut. Di lokasi kami melihat adanya galian untuk pembangunan kanalisasi limbah di areal Buyan I seperti yang tertera pada sebuah papan proyek, lalu ada sebuah bangunan baru berupa wantilan yang dibangun permanen di areal Buyan II serta sebuah menara yang dibangun dengan merabas hutan di tepi danau. Terlihat sebuah bangkai pohon besar yang telah ditebang di sana.
Menurut penduduk setempat proyek tersebut sudah sampai pada tahap pemotongan pita, namun peletakan batu pertama masih tertunda karena masalah ijin dan penolakan oleh masyarakat setempat (Walhi Bali : 2008).


Saat ini danau buyan dan danau beratan sudah mengalami pendangkalan sebagai akibat (i) pengembangan pertanian penduduk lokal sekitar danau, (ii) pembangunan villa-villa disekitar danau yang menebang hutan disekitar danau yang menyebabkan berkurangnya serapan air menuju danau, (iii) khusus untuk danau buyan pendangkalan banyak disebabkan oleh berkembangbiaknya enceng gondok disekitar danau, (mardani, 2009)
Jika kondisi ini terus menerus dibiarkan, bukan tidak mungkin sumber daya alam yang dimiliki Bali akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan hancurnya pariwisata di Bali. Oleh karenanya kalangan pemerintah dan akademisi mengubah pola pengembangan pariwisata di Bali dari konsep mass tourism menjadi konsep sustainable tourism development.


Upaya-upaya untuk menjaga kelestarian danau
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian danau yang merupakan ’nyawa Pulau Bali’ adalah sebagai berikut (Mardani, 2009):



  1. Melakukan kegiatan monitoring. Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala, untuk memantau pencemaran tidak melampaui ambang batas yang telah ditetapkan. Saat ini sudah banyak pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas pariwisata, misalnya :
    a. Perahu boat yang menggunakan bahan bakar minyak.
    b. Pembangunan sarana akomodasi dan restaurant di sekitar danau
    Dengan kegiatan monitoring diharapkan penggunaan perahu boat dapat dibatasi, demikian pula pembangunan villa disekitar danau dapat dihentikan, karena jika makin banyak villa-villa dibangun, maka makin banyak pula pohon-pohon yang akan ditebang.

  2. Tidak melakukan penanaman secara serentak di daerah pinggiran danau. Penanaman secara serentak dipinggir danau dapat menyebabkan penyerapan air yang berlebihan ke daerah pinggiran danau. Jika kondisi ini dibiarkan, maka akar-akar tanaman akan menutup pinggiran permukaan danau sedikit demi sedikit, kondisi ini akan mempersempit permukaan danau.
  3. Melakukan kegiatan replanning (penataan ulang), yakni menata ulang kembali wilayah danau untuk menjaga kelestariannya. Dalam penataan ulang ini, jika ada sarana akomodasi dan restoran serta sarana pariwisata lainnya yang perlu dihancurkan, maka demi pelestarian danau dapat dilakukan.

  4. Disinsentif pajak, yakni menaikkan pajak bagi sarana pariwisata dan entitas ekonomi sekitar danau, khususnya yang berpotensi menimbulkan perusakan danau.
    Pengembangan ekowisata di dalam kawasan danau dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem danau. Ecotraveler menghendaki persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. Apabila seluruh prinsip ini dilaksanakan maka ekowisata menjamin pembangunan yang ecological friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan (commnnity based).

Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmonize dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat.


Tri Hita Karana dapat digunakan untuk menjaga kelestarian danau buyan dan bratan. Dalam filosofi orang bali, Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kebahagiaan hidup manusia yang dicapai dengan menyelaraskan hidup manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan dengan alam dan lingkungan (Dalem,2007). Salah satu strategi pencapaian tujuan ini adalah dengan Sistem Manajemen Lingkungan (SML). Menurut Raka Dalem (2007), aplikasi dari sistem manajemen lingkungan membutuhkan tiga koordinator yang mewakili tiga kelompok untuk melaksanakan konsep Tri Hita Karana (parahyangan, pawongan dan palemahan). Dalam hal ini top manajemen (pemerintah) selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan aplikasi THK, menyusun program yang berwawasan lingkungan dengan kriteria :



  • Cocok dengan skala dan jenis kegiatan (usaha) yang dilakukan

  • Berisi komitmen terhadap perbaikan yang berkelanjutan serta pencegahan polusi

  • Mempunyai komitmen mengikuti peraturan dan perundangan yang berlaku
  • Mempunyai framework, setting, reviewing serta target lingkungan yang ingin dicapai

  • Didokumentasikan, diimplementasikan dan dipertahankan/ditetapkan serta dikomunikasikan terhadap semua tenaga kerja

  • Terbuka untuk umum ISO 4001

  • Kebijakan lingkungan mesti memperhatikan keseimbangan antara parhyangan, pawongan dan pelemahan sesuai falsafah Tri Hita Karana

Team ini membuat rencana kerja serta program yang tidak boleh bertentangan dengan Tri Hita Karana, hukum serta peraturan perundangan yang berlaku. Rencana kerja ini diimplementasikan oleh organisasi dan didanai oleh manajemen (pemerintah). Top manajemen dalam jangka waktu tertentu mengadakan review terhadap SML untuk mencapai kesesuaian yang berkelanjutan serta keefektifannya.

Simpulan
Danau Bratan dan Buyan adalah dua buah danau dari empat danau yang ada di Bali yang merupakan ’Nyawa Pulau Bali’. Keindahan danau telah menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya. Demikian pula para investor makin tertarik untuk menanamkan modalnya di bidang pariwisata di danau tersebut.
Pengembangan pariwisata di kawasan Danau Bratan dan Buyan menimbulkan kontroversi yang disebabkan dua sisi positif maupun negatif sebagai akibat dari pengembangan pariwisata. Dari sisi positif , multiflier effect ekonomi sudah dirasakan mensejahterakan masyarakat/penduduk disekitar danau. Namun sisi negatif yang ditimbulkan cukup banyak pula, misalnya terjadi pendangkalan danau, pencemaran danau dan rusaknya ekosistem sekitar danau. Tampaknya efek negatif yang ditimbulkan cukup banyak dan menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan Pulau Bali.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian danau adalah dengan melakukan replanning (penataan ulang) (Mardani,2009) dan dengan strategi sistem manajemen lingkungan yang berdasarkan pada falsafah Tri Hita Karana (Dalem, 2007). Dengan upaya demikian, meskipun tidak mudah untuk dilakukan, diharapkan kedepan, pengembangan pariwisata di kawasan wisata Danau Bratan dan Buyan mampu menjaga kelestarian danau sebagai warisan bagi generasi penerus Bali di masa yang akan datang untuk kehidupan yang sejahtera.

Daftar Pustaka
Dalem, Raka, 2007, Sistem Manajemen Lingkungan, Tri Hita Karana dan Implementasinya Pada Hotel, Program Pasca Sarjana Kajian Pariwisata Universitas Udayana, Denpasar
Mardani,2009, Danau sebagai Nyawa Pulau Bali, Materi Kuliah Perdana pada Program Kajian Pariwisata Universitas Udayana, Denpasar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar