Halaman Utama

Rabu, Juni 14, 2017

Dimensi Brand Loyalty Industri Perhotelan


Oleh  : Bayu Wisnawa

Industri  perhotelan selalu bertumbuh pesat di seluruh dunia.  Pertumbuhan pesat tersebut disebabkan oleh banyak hal, antara lain pertumbuhan kepariwisataan .  Sulit untuk mengingkari bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara pertumbuhan pariwisata dengan pertumbuhan hotel. Pariwisata tidak akan berkembang dengan baik tanpa didukung sarana akomodasi yang mampu memuaskan kebutuhan tempat tinggal bagi wisatawan selama melakukan aktivitas wisata.
Tingkat pertumbuhan hotel yang sangat pesat juga terjadi di Bali. Hal tersebut tidak mengherankan, mengingat Bali sebagai destinasi wisata favorit di dunia. Bahkan pembangunan sarana akomodasi seperti hotel dan villa di Bali sebagian menyasar pada bisnis properti dari pada bisnis hospitality. Oleh karena itu persaingan usaha hotel di Bali semakin tinggi..
Persaingan yang ketat tersebut menuntut pengelola hotel harus berusaha keras untuk mampu going concern sekaligus mampu memenangkan persaingan. Ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk hal tersebut. Salah satu upaya strategis yang dapat dilakukan adalah penciptaan brand loyalty bagi para pelanggan.  Brand Loyalty, adalah suatu kondisi psikologis pelanggan yang loyal terhadap merek, dalam hal ini adalah merek hotel. Merek hotel itu sendiri dapat berupa nama, gambar, logo atau symbol yang memiliki keunikan dan menjadi penanda dan pembeda sebuah hotel dengan hotel lainnya.
Kondisi seorang pelanggan yang memiliki loyalitas merek yang tinggi pada hotel adalah suatu keadaan ketika pelanggan tidak mau beralih kepada hotel lain dan sangat fanatik terhadap hotel tersebut, meskipun hotel pesaing menawarkan berbagai macam kombinasi harga, saluran distribusi, produk dan promosi yang menarik. Seorang pelanggan yang sudah mencapai loyalitas terhadap merek memiliki (i) pengetahuan yang baik terhadap produk-produk yang ditawarkan hotel (cognitive),(ii) pengalaman yang baik ketika pernah menggunakan produk hotel yang mempengaruhi perasaan atau kecintaan mereka terhadap produk  hotel (affective), (iii) kecendrungan/niat untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan hotel dan (iv)selalu menggunakan produk, merekomendasikan kepada kerabatnya mengenai produk yang ditawarkan hotel (word of mouth).
Brand loyalty merupakan konsep yang dibentuk dari multi dimensi psikologis pelanggan dan bersifat dinamis. Ada tiga konstruk sikap yang kuat yang membentuk brand loyalty,  yakni : service quality (kualitas layanan), customer satisfaction (kepuasan pelanggan) dan citra perusahaan (brand image). Namun demikian tidak menutup kemungkinan konstruk lain yang dapat ikut membentuk brand loyalty, misalnya service performance (kinerja layanan), switching behavior (perilaku beralih).
Upaya-upaya yang dilakukan pengelola hotel dalam mewujudkan loyalitas merek bagi pelanggannya dewasa ini salah satunya dengan menyusun program loyalitas, Misalnya :
1.    Santika Indonesia Hotels and Resorts
Program loyalitas yang ditawarkan di Santika Indonesia Hotels and Resorts antara lain ‘Ramadhan Moments with SIP Members’. Program ini memberikan harga special, seperti diskon tambahan 15% dengan menginap pada salah satu hotel dari grup Santika Indonesia Hotels & Resorts yang berpartisipasi di seluruh Indonesia pada bulan Ramadhan. Gratis sahur/sarapan untuk 2 orang dewasa, gratis Takjil, WiFi and banyak lainnya.


2.    Le Club Accor Hotels
Program loyalitas dari Le Club Accor Hotels mengijinkan anggotanya menggunakan poin di seluruh dunia tanpa batasan tanggal atau ketersediaan, serta menawarkan manfat dan layanan khusus.

                                   
Hampir seluruh hotel di Bali memiliki program loyalitas. Sebagian besar program loyalitas antara hotel yang satu dengan hotel – hotel lainnya memiliki banyak kesamaan. Hal ini wajar terjadi, karena apabila sebuah program loyalitas di satu hotel memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, maka hotel pesaing akan dengan segera menirunya. Namun demikian, tidak semua program loyalitas memberikan hasil yang memuaskan dalam mempertahankan pelanggan dan meningkatkan penjualan. Hal ini sangat tergantung dari kemampuan dan karakteristik masing-masing usaha hotel dalam memberikan layanan. Oleh karena itu untuk mewujudkan brand loyalty bukanlah satu hal yang mudah, disebabkan antara lain : (i)program loyalty mudah ditiru oleh pesaing, (ii) kondisi pasar yang sangat dinamis, (iii) tingginya tingkat persaingan, seringkali pesaing menawarkan harga yang lebih rendah, (iv)perilaku pelanggan yang selalu ingin mencoba sesuatu yang baru dan (v) perkembangan Online Travel Agent (OTA) yang menawarkan berbagai macam kemudahan pemesanan dan pilihan hotel, (vi) pelanggan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapat manfaat dari program loyalitas untuk menjadi pelanggan yang setia, (vii) manfaat menjadi loyal tidak cukup menguntungkan, (viii) hotel merupakan usaha jasa dengan karakteristik tersendiri, yakni: intangible, perishable, variability, dan inseparable.
Upaya yang dapat dilakukan pengelola hotel dalam mewujudkan loyalitas merek (brand loyalty) antara lain : (i) membuat program loyalitas menjadi sesuatu yang mudah, misalnya pemberian poin / reward  bukan berdasarkan jumlah menginap, melainkan nilai transaksi (ii) membuat program loyalitas menjadi sesuatu yang berkesan dan cepat, misalnya memberikan layanan transport antar-jemput ke bandara gratis setelah pelanggan mencapai nilai transaksi tertentu, (iii) mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanan, (iv) menjaga tingkat kepuasan pelanggan dengan memberikan win-win solution bagi setiap keluhan pelanggan.


AYAM
Oleh : Rocco Bay

Berbicara tentang ayam, tentunya terbayang hewan yang biasa dikonsumsi semua kalangan. Ada ayam petarung dan adapula ayam sayur. Ayam petarung bertarung sampai mati untuk memberikan kepuasan pada pemeliharanya, sekaligus kemudian dagingnya dijadikan ‘jukut be cundang’ atau sayur ayam aduan yang kalah. Kata be cundang memiliki konotasi yang sama dengan pecundang, pihak yang kalah. Semetara ayam sayur nasibnya juga tidak kalah menyedihkan dengan ayam petarung. Nasib ayam sayur berakhir di didalam perut manusia, tentunya setelah diolah terlebih dahulu.

Ayam adalah salah satu hewan yang paling bermanfaat bagi manusia. Banyak hal yang diberikan ayam, misalnya saja telurnya, dagingya, sampai bulunya. Telur ayam dapat diolah menjadi berbagai macam hidangan mulai dari telur rebus, telur asin, sate, cake, mayonnaise, omelete, sunny side up,  turn over bahkan dapat dapat dikonsumsi mentah untuk menambah ‘joss’ stamina. Namun karena serakahnya sifat manusia, walaupun sudah banyak jasanya, ayam tetap harus sampai mati demi memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Raga ayam untuk kebutuhan perut manusia, bulu ayam untuk alat kebersihan, dan jiwa ayam sering kali dihaturkan untuk urusan spiritual.

Begitu banyak jasa ayam.
Oleh karena jasanya yang besar bagi manusia, berbagai macam bangsa di dunia memberikan penghargaan bagi ayam. Perancis menjadikan ayam jago sebagai logo organisasi sepakbola dengan nama Le Coq Sportif. Jaya Suprana menjadikan ayam jago sebagai merek usaha jamunya dengan nama Jamu Jago. Sheila on Seven, kalau tidak salah menjadikan logo ayam jago pada albumnya yang berisikan lagu ‘Pejantan Tangguh’. Memang sepertinya ayam sudah ditakdirkan harus mendampingi hidup manusia.
Ayam juga identik dengan dada dan paha. Jika kita makan ke restaurant cepat saji yang mengandalkan ayam sebagai menu utamanya, pastilah pelayan menawarkan ‘dada’ atau ‘paha’. Kelembutan, kekenyalan dada atau paha ayam memang sangat menggiurkan.  Tapi ada juga pelanggan yang menyukai brutu ayam, katanya gurih.

Gara-gara restoran ayam goreng cepat saji yang mengandalkan dada dan paha sebagai daya tarik jualannya, maka ayam mengalam penurunan citra diri. Muncul istilah ‘ayam kampus’, ‘ayam kantor’, ‘ayam kampung’. ’ Ayam Kampus’, berarti segala sesuatu yang menawarkan ‘dada’ dan ‘paha’ di kampus. ‘Ayam kantor’, berarti segala sesuatu yang menawarkan ‘dada’ dan ‘paha’ di kantor. ‘Ayam Kampung’ berarti perawan desa yang ‘polos’ dan ‘lugu’. Kasihan betul nasib ayam yang sudah mengorbankan jiwa dan raganya, malahan namanya ‘tercemar’ karena ulah manusia yang serakah.

Gambar 1
Ayam Lucu




Begitulah nasib ayam di dunia yang fana ini. Jika tidak ingin menjadi ‘ayam’ jadilah manusia yang tidak hanya mengandalkan ‘dada’ dan ‘paha’ saja melainkan akal budi. Boleh saja menggunakan dada dan paha sebagai salah satu strategi untuk mencapai tujuan. Tetapi akan lebih mulia jika menggunakan akal budi dan kualitas. Karena manusia harkat dan martabatnya jauh lebih tinggi daripada ayam. Manusia yang baik akan memperlakukan ayam-ayamnya dengan baik, cukup menikmati telurnya untuk kebutuhan hidup. Bukan tubuh dan jiwanya.