Halaman Utama

Kamis, Agustus 29, 2013

Hotel itu Pariwisata, Pariwisata juga Hotel

Bicara tentang hotel, tentu tidak dapat lepas dari pariwisata. Kalau dilihat dari kegiatan yang dilakukan wisatawan selama menikmati kunjungannya ke DTW atau objek wisata, tentunya membutuhkan sarana akomodasi, pelayanan makan dan minum serta pelayanan penunjang lainnya. Kebutuhan ini terjawab dengan adanya hotel. Oleh karena itu keberadaan hotel dalam dunia pariwisata merupakan sebuah dukungan bagi terlaksananya pelayanan pariwisata yang optimal.

Hotel adalah usaha akomodasi yang dikelola secara komersial, menyediakan fasilias makan, minum dan fasilitas penunjang lainnya, dibuka untuk umum dengan menggunakan sebagian ata
u seluruh bangunannya. Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa dalam sebuah hotel harus tersedia : (i) sarana akomodasi berupa kamar tamu, (ii) pelayanan makan dan minum berupa restoran dan bar, dan (iii) pelayanan fasilitas penunjang lainnya berupa pusat kebugaran, drugstore, penukaran uang, kolam renang, faasilitas penyelenggaraan MICE dan lain sebagainya.

Dalam satu hari, hampir sebagian besar waktu dihabiskan wisatawan untuk tinggal di hotel, khususnya wisatawan segmen MICE. Wisatawan dalam segmen  lainnya seperti minat khusus, budaya, sedikitnya menghabiskan waktu selama 8-12 jam di hotel. Kondisi ini menuntut manajemen hotel untuk  menyediakan pelayanan yang paripurna, sehingga membawa kesan dan kenangan indah.

Pariwisata sendiri memiliki arti perjalanan orang-orang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan tujuan bersenang-senang, tidak untuk menetap, bekerja dan bersifat sementara, dimana fenomena ini membutuhkan banyak ketersediaan sarana dan prasarana yang melibatkan unsur pemerintah, pengusaha dan masyarakat.
Kegiatan berwisata menitik beratkan pada kesenangan. Oleh karena itu Hotel harus mampu mewujudkan sebuah pelayanan yang menyenangkan, sehingga mampu meningkatkan citra layanan keseluruhan dari sebuah daerah tujuan wisata.





Jumat, Agustus 23, 2013

ISU-ISU PARIWISATA BALI DAN INDONESIA

Berbicara tentang pariwisata, memang sebuah hal yang menarik yang tiada habisnya. Jujur saja, menyimak pemberitaan di media massa, diskusi di kalangan akademisi maupun pentolan masyarakat,menunjukkan betapa besarnya perhatian masyarakat terhadap pariwisata. Memang betul jika dikatakan bahwa pariwisata sebagai motor penggerak perekonomian, sangat betul. Tanpa adanya pariwisata, mungkin dan sangat mungkin akan banyak muncul orang miskin baru di Pulau Bali tercinta ini.

Hingar bingar pariwisata Bali yang sangat gemerlap, bagai firdaus di kathulistiwa menjanjikan senyum keuntungan bagi investor untuk datang menanamkan dan mengembangkan modalnya di Bali. Masyarakat Balipun menikmati banyak dari pariwisata, mulai dari peningkatan kesejahteraan, peningkatan wawasan dan pertukaran budaya, sampai sampai muncul perpaduan budaya Bali dengan budaya western. Ya, sisi lain yang dirasakan saat ini sungguh terasa bahwa nilai kekeluargaan, "nyama braya"di Bali, sudah tidak seperti dua puluh tahun yang lalu. Tapi satu pertanyaan besar saat ini, dengan meningkatnya standar hidup orang Bali (khususnya di kantong-kantong Pariwisata, menunjukkan masyarakat Bali menjadi lebih merasa sejahtera?). Mungkin fenomena ini perlu untuk dikaji mendalam dengan pendekatan ilmu sosial dan budaya.

Konsep "Rwa-Bhineda" yang merupakan local genius pemikiran cendikiawan dan menjadi falsafah hidup orang Bali yang menganggap segala sesuatunya berpasangan dan berdampingan dalam keharmonian juga berlaku untuk Pariwisata Bali yang kita banggakan ini. Pariwisata Bali yang menjadi "tulang-punggung"perekonomian Bali di sisi lain menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat dipungkiri. Sering kali Pariwisata Bali dituding sebagai biang kerok terjadinya kemacetan, penyakit sosial, komodifikasi dan lainya. Namun kalau mau direnungkan secara mendalam, sesungguhnya bukan pariwisatanya yang salah, tapi memang sumber daya manusia yang berperan dalam pariwisata Bali masih belum bijaksana dalam mengelola. Masih terasa kesan ketamakan dari unsur pemerintah dan investor serta segelintir masyarakat dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan budaya Bali.

Selanjutnya, kita  tidak tahu pasti seberapa besarkah kinerja pariwisata terhadap kesejahteraan orang Bali? Bagaimana cara mengukurnya? masih perlu penelitian dan kajian yang mendalam terhadap hal ini. Jangan-jangan Pariwisata lebih menguntungkan orang luar Bali daripada orang Bali.

Tugas Bali bagi pariwisata nasional, sesungguhnya amat berat, selain wajib terus meningkatkan keuntungan demi pembangunan dan kesejahteraan Bali dan Indonesia, Bali juga mengemban kewajiban untuk mempromosikan daerah tujuan wisata lainnya yang sedang berkembang di Indonesia. Namun rasanya tidak mudah untuk mengemban tugas kedua, karena kebanyakan daerah tujuan wisata selain Bali, belum memiliki keunggulan seperti yang dimiliki Pulau Bali. Apa saja yang menjadi keunggulan Pulau Bali? jelas saja (i) Bali Pulau kecil dan memiliki banyak objek wisata yang jaraknya berdekatan, sehingga dalam satu hari melaksanakan tour, wisatawan seudah dapat mengunjungi beberapa objek wisata yang menarik, (ii)Bali kaya akan daya tarik serta atraksi wisata, khususnya wisata budaya dan alam yang indah, (iii) Keunikan budaya Bali yang tidak ada duanya di dunia, (iv) Orang Bali mendukung pengembangan pariwisata di Bali, (v) Wisata ke Bali cendrung lebih mrah. Hal-hal inilah yang ridak dimiliki oleh daerah tujuan wisata lainnya di Indonesia.





Pembangunan pariwisata menyisakan setumpuk urusan yang tidak dapat diselesaikan oleh hanya satu orang ahli. Pariwisata adalah ilmu yang sedang berkembang di Indonesia, dimana didalamnya tercakup berbagai macam persoalan yang membutuhkan dukungan dari berbagai macam disiplin ilmu, mengingat pariwisata sendiri adalah ilmu yang multidisipliner. Oleh karena itu, permasalahan yang ada di dalam pariwisata dapat dikatakan sebagai fenomena benang kusut yang tak jelas ujung-pangkalnya dan jalan keluar untuk meluruskan kekusutan sebagai cermin carut marutnya permasalahan yang timbul akibat pengembangan pariwisata. Penyelesaian yang dilakukan saat ini seperti halnya melempar dadu, bersifat trial and error. Kemacetan yang terjadi di kawasan Bali Selatan bukanlah masalah sebenarnya, melainkan sekumpulan akibat dari berbagai sebab multi sektoral yang terjadi di dalamnya. Permasalahan yang timbul dari pariwisata dapat dikatakan seperti fenomena sarang laba-laba, saling kait mengait, dimana jika salah mengambil putusan maka dapat menghancurkan pariwisata itu sendiri, misalnya saja pada saat terjadi bom bali tahun 2002, hancurnya sektor pariwisata pada saat itu mengakibatkan hancurnya pariwisata di seluruh Indonesia, di Bali sendiri, perekonomian menjadi sangat lesu dan mengakibatkan masalah sosial lainnya merebak diakibatkan tingkat pengangguran yang semakin tinggi.

Dari kaca mata politik, pariwisata dapat dipandang sebagai pemersatu bangsa, karena semakin banyak kita mengunjugi daerah tujuan wisata yang ada dinegeri ini, maka semakin cintalah kita kepada Indonesia. Semakin sering kita menjelajahi negeri ini, maka semakin pahamlah diri kita sebagai Bangsa Indonesia. ""The more I Can See My Country, The More I Love It!". Namun demikian di sisi lain sering orang menganggap bahwa Indonesia hanyalah Interlay dari Singapore, seperti halnya Bali dengan NTB, bahkan ada hotel di kawasan Pulau Bintan yang tidak mau menerima Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah, dan ini sangat menyedihkan. Bagaimana dengan Pulau Sipadan dan Ligitan yang saat ini sudah menjadi milik Malaysia?. Indonesia memiliki 17.508 pulau, dimana belum semua pulau tersebut memiliki nama. Jadi, bagaimana bangsa kita mampu mematenkan pulau-pulau tersebut, wong namanya aja ga ada?; belum lagi keterlambatan bangsa kita dalam memetenkan warisan budaya yang menjadi aset leluhur, masih teringat betapa alotnya usaha Malaysia untuk mengklaim Batik sebagai budaya warisan nenek moyangnya.

Dari kaca mata ekonomi, Pariwisata memang diakui sebagai penghasil devisa dan meningkatkan PAD. Namun demikian, tidak 100% keuntungan pariwisata masuk ke kantong negeri, paling-paling haya 50% yang dinikmati orang Indonesia, sisanya ya masuk ke kantong investor di luar negeri sana.

Bali for Tourism or Tourism for Bali???



Rabu, Agustus 21, 2013

PEMBINAAN DASAR SIKAP PROFESI 2013













SUDAH MENJADI SEBUAH KEWAJIBAN BAGI LEMBAGA YANG BERNAUNG DIBAWAH YAYASAN TRIATMA SURYA JAYA YAKNI STIAR TRIATMA JAYA, STIE TRIATMA MULYA DAN MAPINDO UNTUK MELAKSANAKAN PEMBINAAN DASAR SIKAP PROFESI DALAM MENGAWALI KEGIATAN AKADEMIK  KEPADA MAHASISWA BARU.

PDSP MERUPAKAN KEBUTUHAN BAGI MAHASISWA BARU, KARENA MELALUI PDSP, MAHASISWA BARU DAPAT MEMILIKI SIKAP DASAR YANG SANGAT DIBUTUHKAN BAGI MENGAWALI PENDIDIKAN KHUSUSNYA DIBIDANG PARIWISATA DAN PERHOTELAN. SIKAP DASAR YANG HARUS DIMILIKI ANTARA LAIN : DISIPLIN, MAU BEKERJA KERAS, SOPAN SANTUN, TANGGUH DAN CERDAS DALAM BERTINDAK.

TEMA PDSP 2013 ADALAH “MENGEMBANGKAN INSAN MANDIRI, KOMPETEN DAN BERJIWA ENTREPRENEUR, YANG TERINSPIRASI DALAM PEMBERLAKUAN MRA (MUTUAL RECOGNITION ARRANGEMENT) PADA TAHUN 2015 NANTI. OLEH KARENANYA SELURUH MAHASISWA BARU HARUS DIPERSIAPKAN SEJAK DINI SEHINGGA MEMILIKI SIKAP DASAR YANG NANTINYA DIKEMBANGKAN SECARA TERUS MENERUS PADA SAAT MENGIKUTI PERKULIAHAN, SEHINGGA PADA SAAT WISUDA NANTINYA SUDAH BETUL-BETUL SIAP DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DALAM MERAIH PELUANG BEKERJA MAUPUN BERWIRA USAHA DI SEKTOR PARIWISATA DALAM RUANG LINGKUP REGIONAL DAN GLOBAL.
TEMA PDSP TERSEBUT TERCERMIN DARI SERANGKAIAN ACARA YANG DILAKSANAKAN SELAMA TIGA HARI, MULAI TANGGAL 21 AGUSTUS SAMPAI DENGAN 23 AGUSTUS 2013 YANG TERDIRI DARI (I) CERAMAH (AKADEMIK DAN KEMAHASISWAAN, ALUMNI DAN INDUSTRI PEROTELAN) (II)KERJA SOSIAL DENGAN TEMA WE LOVE GREEN TOURISM DI PANTAI PETI TENGET DENGAN MENYUMBANG PERALATAN KEBERSIHAN PANTAI,(III) GAMES YANG MENGARAH PADA KREATIVITAS YANG MERUPAKAN DASAR DARI JIWA ENTREPRENEUR, DAN KOMPETENSI, (IV) TUGAS-TUGAS YANG BERTUJUAN MENGASAH KEDISIPLINAN DAN KETANGGUHAN.

PESERTA PDSP 2013 SEBANYAK 693 ORANG YANG TERDIRI DARI : (I) STIE TRIATMA MULYA 71 ORANG, (II) STIPAR TRIATMA JAYA 349 ORANG, (III)MAPINDO PUSAT 222 ORANG DAN (IV) MAPINDO DENPASAR 51 ORANG. PADA HARI PERTAMA TINGKAT PELANGGARAN YANG DILAKUKAN MAHASISWA BARU SANGAT TINGGI, NAMUN DEMIKIAN DI HARI KEDUA DAN KETIGA TINGKAT PELANGGARAN MENURUN DRASTI MENDAKATI NOL. HAL INI MENUNJUKKAN BAHWA KESADARAN MAHASISWA BARU TERHADAP SIKAP DASAR PROFESI PERHOTELAN DAN PARIWISATA SUDAH SANGAT BAIK.

PDSP 2013 KALI INI DILAKSANAKAN SESUAI DENGAN ARAHAN DARI DIKTI DAN PETUNJUK DARI KETUA YAYASAN TRIATMA SURYA JAYA BPAK DR. I KETUT PUTRA SUARTHANA AGAR PELAKSANAAN PDSP MENJAUHI KEGIATAN PERPLONCOAN SEHINGGA TIDAK MUNCUL RASA DENDAM BAGI MAHASISWA BARU.
 
KEGIATAN PDSP 2013 DITUTUP PADA TANGGAL 21 AGUSTUS 2013, DIMANA SELURUH PANITIA INTI DAN PANITIA SENAT MAHASISWA BERSYUKUR KARENA KEGIATAN PDSP 2013 INI BERJALAN DENGAN SEBAIK-BAIKNYA SESUAI DENGAN YANG DIHARAPKAN. DEMIKIAN PULA MAHASISWA BARU MERASA BANGGA KARENA SUDAH MELEWATI MASA-MASA AWAL PEMBELAJARAN HIDUP MELALUI PDSP YANG MERUPAKAN KENANGAN INDAH YANG MENGINSPIRASI UNTUK TETAP MENJAGA KEDISIPLINAN, KEMANDIRIAN, KOMPETENSI DAN JIWA ENTREPRENEUR SEBAGAI BEKAL AWAL UNTUK MENGIKUTI PERKULIAHAN DI TIGA LEMBAGA PENDIDIKAN TERNAMA DI BALI, YAKNI STIE TRIATMA MULYA, STIPAR TRIATMA JAYA DAN MAPINDO.(bay***)

Kamis, Agustus 01, 2013

Reklamasi Teluk Benoa, Kemajuan atau Keserakahan?

Belakangan, isu terkini dari dunia pariwisata adalah mengenai keputusan  Gubernur Bali dengan nomor SK K 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa. Reklamasi akan menambah luasan Pulau Bali sekitar 800 hektare lebih. Dari luasan itu, separuhnya akan menjadi hutan, sedangkan sebagian lagi untuk dibangun. Dari 400 hektare yang dibangun, sebanyak 300 hektare untuk fasilitas umum seperti fasilitas olahraga, budaya dan sebagainya, hanya 100 hektare yang murni untuk bisnis. “Reklamasi bukan untuk investor saja, tetapi milik masyarakat Bali. Mereka hanya memanfaatkan sekian tahun, selesai itu milik kita. Jadi dimana salahnya. Mari kita rundingkan, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) juga sudah ada dan pengelolaannnya wajib menyesuaikan dengan RTRW,” ujar Mangku Pastika dalam Suluh Bali.Co. Apalagi, ujar dia, pada SK sudah jelas sekali investor wajib menaati perundang-undangan yang berlaku, melakukan studi lanjutan, dan harus studi yang detail.
Terkait kekhawatiran reklamasi akan berdampak seperti reklamasi di Pulau Serangan yang dinilai mangkrak sebagian kalangan, ia justru membantah.
“Kata siapa Serangan mangkrak, itu sudah ada perencanaannya, sudah bagus, hanya memang itu tahapannya menghijaukan dulu. Bisa dilihat berapa ratus ribu pohon yang ditanam. Sekarang bisa dicek dan masyarakat di sana juga tahu dan mengerti. Yang bilang mangkrak bukan masyarakat di sana,” ujarnya.
Di Pulau Serangan, kata Pastika, juga akan dimanfaatkan sebagai salah satu tempat jamuan delegasi peserta KTT APEC pada tahun ini dengan dilengkapi aula besar berbahan bambu
Gebrakan Pak Mangku Pastika mengenai reklamasi Teluk Benoa mendapat dukungan dan kecaman dari berbagai pihak.

KECAMAN
Menara Fm.Com Tokoh masyarakat Nusa Penida, Ketut Pesta, Rabu (24/7) lalu, melihat, rencana reklamasi ini sebagai buah dari pemikiran yang tidak holistik dari para pemangku kebijakan di Bali. Reklamasi menurutnya sebuah ide gila yang dampaknya sangat mengancam hidup orang banyak di Bali.
Tidak hanya Desa Jungut Batu, rencana reklamasi Teluk Benoa untuk mendapatkan daratan baru seluas 838 hektar juga bisa membuat Lembongan bagian utara dan Nusa Gede bagian barat dan utara tenggelam. Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, dalam dokumen Klungkung dalam angka tahun 2012, dijelaskan wilayah Kabupaten Klungkung sepertiganya terletak di daratan Pulau Bali seluas 11.216 hektar dan dua pertiganya terletak di Kepulauan Nusa Penida seluas 20.284 hektar. Sementara total panjang pantai Kabupaten Klungkung sekitar 97,6 km. Terdapat di Klungkung daratan 14,10 km dan di Kepulauan Nusa Penida 83,50 km.
Camat Nusa Penida, Ketut Sukla, Rabu lalu, menjelaskan dari luas kepulauan Nusa Penida 20.284 hektar, luas wilayah Pulau Nusa Gede sekitar 2.018.280 km persegi atau 20.182,8 hektar, wilayah Lembongan (termasuk Pulau Ceningan) seluas 6.150 km persegi atau 61,5 hektar dan wilayah Jungut Batu seluas 3.970 km persegi atau 39,7 hektar. Melihat data luas wilayah itu, bukan tidak mungkin ketakutan rakyat Kepulauan Nusa Penida akan dampak reklamasi Teluk Benoa bisa menjadi kenyataan, jika luasan reklamasi Teluk Benoa menjadi 838 hektar.
Tokoh masyarakat asal Desa Sebunibus, Desa Sakti ini mengatakan Bali harus benar-benar belajar dari reklamasi Pulau Serangan. Saat itu, dia menyebut reklamasi Pulau Serangan dari 100 hektar menjadi 400 hektar, tidak jelas peruntukannya. Reklamasi Pulau Serangan telah menghancurkan ribuan hektar sempadan pantai sepanjang Padanggalak (Denpasar), Lebih (Gianyar), Kusamba (Klungkung) dan juga Jungut Batu (Lembongan), Toyapakeh, Sental, Sampalan (Nusa Penida).
Sementara Bendesa Jungut Batu, Ketut Gunaksa, Kamis (25/7) kemarin, juga mengaku menyimpan kekhawatiran serupa. Pasalnya, luasan Desa Jungut Batu jauh lebih kecil dari rencana reklamasi Teluk Benoa.

Pemangku Pura Puser Tasik Pusering Jagat, Tabanan, Jro Mangku Nengah Kasub DS (74), memprotes keras proyek reklamasi. Menurutnya, reklamasi bukan memberikan kesejahteraan krama Bali, sebaliknya akan menjajah krama Bali. ''Sampai kapan pun, saya akan menolak reklamasi. Proyek itu bukan menyejahterakan, tetapi membuat krama Bali terjajah investor,'' kecamnya, Selasa (30/7) kemarin.

Menurutnya, pengalaman buruk reklamasi sudah terjadi di kawasan Serangan. Begitu direklamasi, warga di sekitar Serangan justru tak bisa berkutik. Dia khawatir, jika Teluk Benoa direklamasi, dampaknya akan dirasakan seluruh pesisir di Bali. ''Alam itu anugerah Tuhan. Jangan diutak-atik hanya untuk kepentingan investor. Terus, krama Bali mau dapat apa, yang ada hanya menjadi kuli,'' kritiknya lagi.

Ia juga menyayangkan sikap Gubernur yang kekeh dengan proyek reklamasi Teluk Benoa. Padahal, selama ini Gubernur selalu menyatakan menyayangi Bali. Nyatanya, justru mendukung reklamasi. Seharusnya, kata Jro Mangku Kasub, pemimpin Bali bisa menjaga keajegan Bali, bukan malah dirusak dengan proyek reklamasi. ''Yakinlah, reklamasi bukan mempercantik Bali, tetapi akan merusak,'' kecamnya.

Alasan menopang bahaya tsunami juga dituding mengada-ada. Sebab, dengan reklamasi justru akan mempermudah tsunami menghantam Bali. Hawa dari proyek reklamasi juga terasa panas. Kondisi ini, katanya, akan berdampak pada kehidupan krama Bali, baik sekala maupun niskala.
Dijelaskannya, Bali tidak membutuhkan bangunan mewah dengan mereklamasi pantai. Justru Bali akan makin dikenal dunia internasional jika keasliannya dipertahankan. ''Kita jangan tergiur dengan iming-iming investor. Justru akan memicu tumbuhnya kapitalis,'' tegasnya.

Terkait reklamasi, Jro Mangku Kasub memastikan akan terus berjuang secara sekala dan niskala. Bahkan, dia akan ngaturang pejati secara khusus memohon agar proyek reklamasi dibatalkan. Dia khawatir, jika reklamasi dilanjutkan, anak-cucu krama Bali akan kehilangan keindahan dan keunikan Bali. Sebab, mereka tersisih karena penjajahan kaum kapitalis. Dia berharap Gubernur Bali mau mendengarkan jeritan krama Bali terkait reklamasi, sehingga proyek itu tak dilanjutkan. Jro Mangku juga mengajak seluruh krama Bali tanpa membedakan agama untuk bersatu menolak proyek reklamasi. (kmb30)

DUKUNGAN 
Sementara ini dukungan terhadap reklamasi Teluk Benoa belum tampak nyata dari masyarakat. Dukungan masih berupa pendapat perorangan-perorangan yang dapat dilihat pada media sosial facebook dan twitter. Beberapa pendapat yang mendukung reklamasi :
  1. Memajukan perekonomian Bali
  2. Menambah objek wisata Bali
  3. Pengalaman dari Pengembangan Nusa Dua sebagai kawasan wisata
  4. Penolakan reklamasi merupakan wujud sakit hati dari lawan politik Gubernur 
  5. Belum ada kajian ilmiah yang jelas dan terukur mengenai dampak negatif, semua hanya opini dan kekhawatiran saja