Halaman Utama

Rabu, Juni 30, 2010

Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan tamu dan Minat Menginap Kembali Pada Hotel Berbintang Lima Kabupaten Tabanan

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Bali yang mengandalkan pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat potensial, dimana pada tahun 2009 Pajak Hotel dan Restaurant (PHR) menyumbang lebih dari 13 milyar rupiah. Pada saat itu Hotel Le Meridien Nirwana Bali Resort (Sekarang Pan Pasific Nirwana Bali Resort) menerima penghargaan sebagai wajib pajak berprestasi. Hal tersebut menjadi salah satu sebab sektor pariwisata di Tabanan akan terus dikembangkan khususnya pada sarana akomodasi seperti hotel. Peluang pembangunan hotel berbintang lima di Tabanan sangat terbuka luas, mengingat saat ini hanya satu hotel berbintang lima.

Komposisi sarana akomodasi di Tabanan, saat ini masih didominasi jenis podok wisata dan hotel melati. Hotel berbintang hanya dua buah, dimana hanya satu buah saja hotel berbintang lima yakni Pan Pasifik Nirwana Bali Resort. Penelitian ini mengangkat hotel berbintang lima karena merupakan simbol dari kualitas layanan, kepuasan tamu dan niat untuk membeli ulang. Hotel berbintang lima memiliki standar pelayanan yang tinggi yang dapat dijadikan barometer bagi kelas akomodasi di bawahnya.

Dengan meningkatkan kualitas layanan maka diharapkan kepuasan wisatawan yang menginap pada hotel berbintang lima dapat dicapai, dikemudian hari wisatawan tersebut datang kembali ke Tabanan untuk menginap, bahkan memberitahukan tentang pengalaman-pengalaman yang didapatkan wisatawan tersebut untuk diceritakan kepada kerabat-kerabatnya (word of mouth). Melalui kualitas layanan dan kepuasan wisatawan diharapkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Tabanan semakin meningkat.

Berdasarkan landasan teori dan pengamatan yang telah diuraikan sebelumnya, maka variabel kualitas layanan merupakan variabel berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan serta pengaruh tidak langsung pada minat beli pelanggan di masa yang akan datang. Kemudian dapat disusun kerangka konsep pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan wisatawan , serta pengaruhnya pada niat beli ulang wisatawan . Studi dilakukan pada Hotel Pan Pacific Nirwana Bali Resort, Tanah Lot, Tabanan, Bali seperti diuraikan pada Gambar 3.1

Kerangka Konsep


Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Wisatawan, dan Minat Menginap Kembali Wisatawan Pada Hotel Berbintang Lima di Kabupaten Tabanan, Bali (Studi Pada Tamu Yang Menginap di Pan Pasific NirwanaBali Resort Tabanan, Bali)

Dari kerangka konsep,maka dapat diajukan model hipotesis yang disajikan pada gambar 3.2


H1

H3

H2

Gambar 3.2. Model Hipotesis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Wisatawan, dan Niat Beli Ulang Wisatawan Pada Hotel Berbintang Lima di Kabupaten Tabanan, Bali (Studi Pada Tamu Yang Menginap di Pan Pasific Nirwana Bali Resort Tabanan, Bali)

3.2. Hipotesis

Berdasarkan kajian teoritis, kajian empiris dan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut :

1. Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan wisatawan yang menginap pada hotel berbintang lima di kabupaten Tabanan (Pan Pacific Nirwana Bali Resort).

2. Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap minat menginap kembali wisatawan yang menginap pada hotel berbintang lima di kabupaten Tabanan(Pan Pacific Nirwana Bali Resort).

3. Kepuasan wisatawan berpengaruh signifikan terhadap minat menginap kembali wisatawan yang menginap pada hotel berbintang lima di kabupaten Tabanan(Pan Pacific Nirwana Bali Resort).

Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Tamu dan Minat Menginap Kembali Pada Hotel Berbintang Lima Kabupaten Tabanan Bali (2)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pariwisata

Ada banyak ahli yang mendefinisikan pariwisata, Arief (2005: 2), Pariwisata adalah segala sesuatu / aktivita manusia untuk memenuhi kebtuhan dan keingina orang lain yang sedang melakukan perjalanan (traveller), di samping untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Sudiarta (2005:10) menyatakan bahwa kegiatan kepariwisataan adalah kegiatan yang mengutamakan pelayanan dengan berorientasi pada kepuasan wisatawan, pengusaha di bidang pariwisata, pemerintah, dan masyarakat. Selanjutnya pengertian pariwisata oleh WTO dalam Jafari (2008:1) menyatakan The activities of a person outside his or her usual environment for less than a specified period of time, and whose main purpose of travel is other than exercise of an activity remunerated from the place visited , yang berarti aktifitas yang dilakukan seseorang diluar tempat tinggalnya berada dalam periode waktu tertentu, yang bertujuan untuk tidak bekerja/mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya.

Garner dalam Sudiarta (2005:115) berusaha mendefinisikan pariwisata secara lebih akademis, bahwa tourism is study of man away from his usual habitat, of the industry which respon to his needs and of the impact that he and the industry have on the host social cultural, economic, and physical environment. Dilihat dari apa yang diuraikan oleh Garner, tampaknya kegiatan pariwisata sangat dekat dengan dinamisnya kehidupan manusia yang di satu sisi didasari oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi disisi lain tidak terlepas dari akibat yang ditimbulkan oleh aktifitas tersebut, terutama dampaknya terhadap kehidupan sosbud, ekonomi, dan lingkungan fisik. Menurut UU No 10 Tahun 2009, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam fenomena yang ditimbulkan akibat dari perpindahan orang-orang dari satu tempat yang merupakan asalnya ke tempat yang lain yang bukan tempat asalnya untuk kegiatan bersenang-senang, tidak mencari nafkah, bekerja, maupun menetap.

2.2. Konsep Wisatawan

Menurut Undang-undang no 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan disebutkan wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Sedangkan Sihite (2000:49) pengertian wisatawan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Wisatawan nusantara adalah wisatawan dalam negri atau wisatawan domestik.

2. Wisatawan mancanegara adalah warga negara suatu negara yang mengadakan perjalanan wisata keluar lingkungan dari negaranya (memasuki negara lain).

Menurut IUOTO (International Union of Official Travel Organization), dalam Gamal Suwantoro (2009:4) menggunakan batasan mengenai wisatawan secara umum: pengunjung (visitor) yaitu setiap orang yang datang ke suatu negara atau tempat tinggal lain dan biasanya dengan maksud apapun kecuali untuk melakukan pekerjaan yang menerima upah. Jadi ada dua kategori mengenai sebutan pengunjung, yakni:

1. Wisatawan (tourist) adalah pengunjung yang tinggal sementara, sekurang-kurangnya 24 jam di suatu negara. Wisatawan dengan maksud perjalanan wisata dapat digolongkan menjadi :

a. Pesiar (leisure), untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, study, keagamaan, dan olahraga.

b. Hubungan (relationship), dagang, sanak saudara, kerabat, MICE, dsb.

2. Pelancong (ekscursionist) adlah pengunjung sementara yng tinggal dalam suatu negara yng dikunjungi dalam waktu kurang dari 24 jam.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa wisatawan adalah orang-orang yang melakukan kegiatan perjalanan dengan tujuan memperoleh kesenangan, tidak untuik bekerja, menetap, dan mencari nafkah.

2.3. Konsep Hotel

Dilihat dari asal katanya, perkataan Hotel berasal dari bahasa Latin Hospes yang mempunyai pengertian untuk menunjukkan orang asing yang menginap di rumah seseorang (teman, kenalan, atau musafir yang dihormati). Kemudian dalam perkembangannya kata Hospes menjadi hotel dalam bahasa Perancis, dan seterusnya menjadi hotel dengan pengertian sebagai rumah penginapan (Suarthana, 2006 : 11).

Menurut Sihite (2000 : 53) Hotel adalah: “Jenis akomodasi yang menyediakan fasilitas dan pelayanan penginapan, makan dan minuman, serta jasa-jasa lainnya untuk umum yang tinggal untuk sementara waktu dan dikelola secara komersial”.

Sedangkan menurut keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi no. KM.94/HK103/MPPT-87 dinyatakan bahwa “Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makan dan minum, serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial” (Suarthana, 2006 : 11).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hotel adalah suatu jenis akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan yang menyediakan jasa penginapan, pelayanan makanan dan minuman serta jasa penunjang lainnya, yang disediakan untuk umum dan dikelola secara komersial.

2.4. Konsep Penggolongan Kelas Hotel dan Kriteria Penggolongan Kelas Hotel

Penggolongan atau jenis-jenis hotel dijelaskan oleh United States Lodging Industry dalam Sulastiono (2008:26) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Residential Hotel, adalah hotel dimana wisatawan tinggal lama (menetap) dan biasanya bangunannya menyerupai apartemen , menyediakan layanan yang diperlukan oleh penghuni, tersedia pula ruang makan dan bar.

2. Transit Hotel, adalah hotel yang diperuntukkan bagi orang-orang yang melakukan perjalanan untuk bisnis, sehingga sering disebut commercial hotel, hotel ini biasanya terletak di dalam kota atau dipusat-pusat perdagangan.

3. Resort Hotel, adalah hotel yang bisanya menampung orang-orang yang melakukan perjalanan untuk berlibur (weekend) dan biasanya terletak ditempat-tempat peristirahatan seperti di pegunungan dan di daerah pantai.

Menurut Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No KM.3/HK.001/MKP.02 tentang penggolongan kelas hotel, hotel di Indonesia menurut jenisnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : golongan kelas hotel berbintang dan golongan hotel kelas melati. Golongan kelas hotel menurut peraturan ini dapat dibedakan menjadi lima perjenjangan kelas, yaitu : hotel bintang satu sampai dengan hotel bintang lima. Golongan kelas hotel dapat ditingkatkan dan diturunkan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setiap hotel berbintang maupun hotel melati dapat diberikan penghargaan (award) tambahan setelah memenuhi persyaratan dasar dalam kriteria penggolngan kelas hotel, yaitu “hotel berlian”. Dengan dikeluarkannya peraturan terbaru ini, maka akan ada hotel melati dengan kategori berlian, karena memenuhi persyaratan tambahan yang telah ditetapkan.

Adapun penghargaan tambahan tersebut meliputi aspek-aspek : (i) ramah lingkungan, (ii) sanitasi dan higiene, (iii) sumber daya manusia,(iv) penggunaan produk dalam negeri dan (v) pemberdayaan masyarakat sekitar.

Kriteria penggolongan kelas hotel menurut KEPMEN No KM.03/HK 001/MKP.02 dibagi menjadi dua, yaitu: atas dasar panilaian persyaratan dasar, dan atas dasar penilaian persyaratan teknis operasional.

1. Persyaratan dasar, merupakan unsur persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap hotel untuk dapat beroperasi. Unsur perlindungan publik ini diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menyatakan dan kelayakan teknis operasional. Unsur ini meliputi:

a. Semua perijinan untuk suatu hotel, antara lain: ijin mendirikan hotel, dan usaha perhotelan.

b. Kelayakan teknis instalasi atau peralatan yang digunakan hotel, antara lain: lift dan instalasi listrik.

c. Sanitasi dan hygiene, pemeriksaan kualitas dan kuantitas air, pemeriksaan yang berkaitan dengan pengolahan makanan (food processing). Termasuk pemeriksaan kesehatan karyawan pengolahan makanan, sistem penyimpanan makanan/minuman.

2. Persyaratan teknis perasional, merupakan unsur persyaratan yang akan membentuk kualitas produk hotel dalam upaya pencapaian golongan kelas hotel. Unsur ini terdiri dari unsur (i) fisik, (ii) pengelolaan dan (iii) pelayanan, masing-masing unsur akan mempunyai persyaratan mutlak maupun tambahan. Persyaratan mutlak merupakan unsur yang harus dipenuhi sebagai persyaratan pokok bagi hotel untuk mendapatkan golongan kelas hotel bintang. Persyaratan tambahan merupakan unsur yang apabila dipenuhi akan memberikan nilai tambah untuk mencapai status golongan kelas lebih tinggi.

2.5. Konsep Pemasaran

2.5.1. Definisi Pemasaran

Pemasaran merupakan suatu proses sosial manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan serta diinginkan dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai dengan orang lain atau satu sama lain (Kotler,dkk, 2009:5). Sedangkan oleh Swastha pemasaran merupakan sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial ( Swastha,20021998 : 179 ).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemasaran dilakukan bukan semata-mata untuk menjual barang atau jasa tetapi untuk memberikan kepuasan terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen. Pemasaran merupakan sebuah proses yang berkelanjutan, mengingat kebutuhan dan keinginan konsumen selalu berubah-ubah, sehingga menuntut inovasi-inovasi dalam produk, harga, saluran distribusi, dan cara-cara melakukan promosi sehingga produk yang dihasilkan tetap diminati konsumen.

2.5.2. Konsep Dasar Pemasaran

Falsafah konsep pemasaran bertujuan memberikan kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen. Seluruh kegiatan dalam perusahaan yang menganut konsep pemasaran harus diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Kegiatan ini meliputi kegiatan pada semua bagian yang ada, seperti kegiatan personalia, produksi, keuangan, riset dan pengembangan serta fungsi-fungsi lainnya.

Kita telah mengetahui bahwa di dalam masyarakat terdapat berbagai macam kelompok yang ingin memenuhi kebutuhannya untuk maksud tersebut, mereka harus melakukan suatu usaha, sehingga satu dengan yang lainnya saling melayani. Kotler mengemukakan konsep pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai (product of value) dengan orang atau kelompok lain (Kotler, 2000 : 7), sedangkan menurut (Swastha dan Irawan, 2000:25) konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep pemasaran merupakan suatu proses dan falsafah bisnis yang memberikan kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen.

2.6. Konsep Jasa

2.6.1. Klasifikasi Produk

Sektor usaha yang secara fisik berupa barang-barang atau benda material lainnya dapat dengan mudah dilihat dan dilakukan dengan tidak melihat terlalu jauh bagaimana proses barang atau benda tersebut sampai ke tangan konsumen. Sebagai contoh pada perdangan sabun mandi. Para konsumen yang setiap hari menggunakan sabun mandi sebagai kebutuhan hidupnya tidadak terlalu peduli datidak melihat lebih jauh bagaimana sabun mandi tersebut jatuh ke tangan konsumen, yang terpenting adalah bagaimana sabun mandi tersebut setiap saat dapat dibeli sesuai selera konsumen. Hal ini sangat berbeda dalam dunia jasa, walaupun usaha jasa dan usaha produk barang agak sulit dibedakan.

Pada umumnya suatu produk dapat diklasifikasi ke dalam berbagai klasifikasi. Salah satunya dari daya tahan sebuah produk. Berdasarkan daya tahannya, sebuah produk dapat dibedakan menjadi :

1. Barang yang tidak tahan lama ( non durable goods), adalah barang yang tidak tahan lama yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa bulan, tidak lebih dari satu tahun. Contohnya : sabun, minuman ringanm garam, gula, kapur dan sejenisnya.

2. Barang yang tahan lama (durable goods), adalah barang berwujhud dan biasanya bertahan lama dan memiliki nilai ekonomis lebih dari satu tahun. Contohnya: kulkas, TV,mobil, komputer, dsb.

3. Jasa (service), adalah aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Contoh: jasa bengkel, reparasi,rumah sakit, klinik kesehatan, hotel, dsb.

Menurut Kotler dalam Umar (2003:3), memberikan definisi tentang jasa sebagai tindakan dan perbuatan yang dapat ditawarkan pada pihak lainnya, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghsailkan kepemlilikan sesuatu atas produk tersebut, dan produk jasa bisa berhubungan dan tidak berhubungan dengan produk fisik. Sedangkan untuk membedakan antara produk fisik dengan jasa, Lovelock (2007:18), dapat digambarkan dalam delapan karakteristik jasa antara lain :

1. Produk jasa yang dikonsumsi tidak dapat dimilki oleh konsumen

2. Produk jasa merupakan suatu kinerja yang sifatnya intangible.

3. Dalam produk jasa, konsumen memiliki peran yang lebih besar untuk turut serta mengolahnya dibandingkan dengan produk fisik.

4. Orang-orang yang terlibat dalam proses jasa berperan sedikit banyak dalam pembentukan atau mendesain jasa.

5. Dalam hal operasional masukan dan keluaran, produk jasa lebih bervariasi.

6. Produk jasa tertentu sulit dievaluasi oleh konsumen.

7. Jasa tidak dapar disimpan

8. Faktor waktu dalam proses jasa dan konsumsi jasa relative diperhatikan.

Dari sudut pandang yang berbeda, fitzimons dalam Sugiarto (1999:37) mengklasifikasikan jasa yang secara umum dibedakan menjadi tujuh garis besar, antara lain:

1. Berdasarkan segmen pasar, diklasifikasikan sebagai knsumen akhir dan konsumen organisasional, sebagai contoh : jasa kecantikan dan konsultan manajemen.

2. Tingkat perwujudannya, diklasifikasikan ke dalam rented good service, owned good service dan non good service, contohnya adalah pada jasa penyewaan mobil, reparasi jam tangan dan pemandu wisata.

3. Keterampilan penyedia jasa, diklasifikasikan menjadi professional service dan non professional service. Contohnya jasa dokter dan supir taxi

4. Tujuan organisasi jasa, diklasifikasikan menjadi profit service dan non profit service, conthnya pada jasa layanan perbankan dan yayasan sosial.

5. Regulasi, diklasifikasikan menjadi regulated service dan non regulated service, cnth dari kedua hal ini dapat dilihat pada jasa angkutan umum, catering dan restaurant.

6. Tingkat intensitas karyawan, dilihat dari intensitas karyawan diklasifikasikan dalam equipment based dan people based service, contohnya pelayanan mesin ATM dan jasa pelatihan sepak bola.

7. Tingkat kontak, penyedia jasa dan pelanggan, dari jasa klasifikasi ini dibedakan menjadi high contact service dan low contact service. High contact service misalnya terjadi pada universitas dan low contact service terjadi di toko buku.

Menurut Kotler, Bowen dan Makens (2002:908) menyatakan bahwa jasa atau layanan adalah setiap kegiatan mafaat, atau kepuasan yang ditawarkan oleh penjualan. Ia pada umumnya tidak bisa diraba dan tidak mengakibatkan kepemilikan terhadap apapun. Kemuculannya mungkin atau tidak mungkin tidak ada kaitannya dengan produk fisik.

Pada dasarnya jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberi nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen (Luppiyoadi, 2001: 5). Tidak jauh berbeda definisi di atas, Kotler (Kottler, 200:10) mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain.

Pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak. Sedangkan menurut Tjiptono (2004:6) jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan sebuah tindakan atau perbuatan yang bersifat intangible atau tidak berwujud yang ditawarkan untuk dijual kepada pihak lain yaitu pengguna jasa.

2.6.2. Karakteristik Jasa

Jasa memiliki beberapa karakterisik utama yang membedakannya dengan barang. Karakteristik jasa tersebut adalah (Tjiptono, 2004:15):

1. Intangibility

Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium sebelum dibeli. Hal ini mengakibatkan pelanggan tidak dapat memprediksi hasilnya sebelum membeli jasa tersebut. Kesulitan untuk memprediksi suatu jasa membuat seseorang mencari bukti-bukti yang dapat menunjukkan kualitas suatu jasa. Kualitas suatu jasa dapat diprediksikan melalui tempat jasa tersebut diproduksi atau dihasilkan orang penghasil jasa, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harga jasa tersebut.

b. Inseparability

Berbeda halnya dengan barang-barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusi, melalui berbagai macam penjual dan pada saat jasa diproduksi dan langsung mengkonsumsi jasa tersebut. Hal ini mengakibatkan kualitas jasa ditentukan oleh interaksi produsen dengan si pelanggan. Maka dari itu, efektivitas individu dalam menyampaikan jasa merupakan unsur yang penting dalam pemberian jasa.

c. Variability

Jasa sangat bervariasi karena sangat tergantung pada siapa yang menghasilkan, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Pembeli jasa menyadari tingginya variabilitas jasa dan biasanya mencari informasi atau membicarakannya dengan orang lain sebelum membeli suatu jasa. Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas jasa, yaitu kerja sama/ partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral atau motivasi karyawan dalam melayani pelanggan dan beban kerja perusahaan.

d. Perishability

Jasa merupakan komuditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Dengan demikian, bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Hal ini mengakibatkan kapasitas produksi menjadi faktor yang kritikal. Perishability juga berakibat pada manajemen permintaan terhadap jasa. Jika permintaan bersifat tetap, perusahaan tidak akan menghadapi masalah yang rumit. Tetapi jika permintaan berfluktuasi, maka perusahaan akan menghadapi masalah rumit, sehingga perusahaan perlu melakukan penyesuaian antara kapasitas produksi atau supply dengan permintaan.

2.6.3. Unsur-unsur Pelayanan

Dalam memasarkan produknya produsen selalu berusaha untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan para pelanggan lama dan baru. Menurut Sugiarto (2002:42) pelayanan yang baik akan dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang semakin melekat erat dan pelanggan tidak berpaling pada perusahaan lain. Oleh karena itu penjualan atau produsen perlu menguasai unsur-unsur berikut :

1. Kecepatan

Kecepatan adalah waktu yang digunakan dalam melayani konsumen atau pelanggan minimal sama dengan batas waktu standar pelayanan yang ditentukan oleh perusahaan.

2. Ketepatan

Kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan para pelanggan. Oleh karena itu ketepatan sangatlah penting dalam pelayanan.

3. Keamanan

Dalam melayani para konsumen diharapkan perusahaan dapat memberikanperasaan aman untuk menggunakan produk jasanya.

4. Keramah tamahan

Dalam melayani para pelanggan, karyawan perusahaan dituntut untuk mempunyai sikap sopan dan ramah. Oleh karena itu keramahtamahan sangat penting, apalagi pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa

5. Kenyamanan

Rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Dengan demikian, perusahaan harus dapat memberikan rasa nyaman pada konsumen. Dengan demikian suatu perusahaan dalam hal ini adalah rumah sakit, agar kualitas pelanggan semakin melekat erat dan pelanggan berpaling pada perusahaan lain, perusahaan perlu menguasai lima unsur yaitu cepat, tepat, aman, ramah-tamah dan nyaman.

2.1.7. Konsep Kualitas Pelayanan

Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah keseluruhan ciri- ciri dan karakteristik dari suatu produk / jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten (Lupiyoadi,2001:144). Goetsch dan David dalam Mauludin (2001:39) mengatakan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi harapan. Juran dan Wijono dalam Mauludin (2001:39) menyatakan kualitas merupakan perwujudan atau gambaran-gambaran hasil yang mempertemukan kebutuhan-kebutuhan dari pelanggan dalam memberikan kepuasan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas merupakan suatu hasil yang mempertemukan kebutuhan-kebutuhan dari pelanggan dalam memberikan kepuasan dan memenuhi harapan. Untuk memberikan pelayanan yang baik dibutuhkan kesungguhan yang mengandung unsur kecepatan, keamanan, keramahtamahan, dan kenyamanan yang terintegrasi sehingga manfaatnya besar. Pelayanan adalah setiap kegiatan dan manfaat yang dapat diberikan oleh suatu pihak ke pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak perlu berakibat pemilikan sesuatu (Kotler, 1993 : 352).

Sedangkan pelayanan oleh Gasper dalam Mauludin (2001:39) didefinisikan sebagai aktivitas pada keterkaitan antara pemasok dan pelanggan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Pelayanan pelanggan yang bermutu membuat pengertian ekonomi sumber kehidupan perusahaan adalah bisnis yang berulang. Meluaskan basis pelanggan adalah vital, ini berarti perusahaan tidak harus menarik klien atau pelanggan baru, tetapi juga harus mempertahankan yang sudah ada. Pelayanan pelanggan yang bermutu membuat ini terjadi (Martin, 1991: 9).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu tindakan seseorang terhadap orang lain melalui penyajian produk sesuai dengan ukuran berlaku pada produk untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan orang yang dilayani. Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyckof, Lovelock (1988) dalam Tjiptono (2004 : 59), kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Menurut Parasuraman, et al (1985) dalam Tjiptono (2004 : 60) ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected service (jasa yang diharapkan) dan perceived service (jasa yang diterima). Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa akan dipersepsikan buruk atau tidak memuaskan.Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan pada penyediaan jasa dalam memenuhi harapan pemakainya secara konsisten.

Parasuraman dalam Pujawan dalam Mauludin (2001:39) mengemukaan bahwa kualitas pelayanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh atas tingkat suatu pelayanan yang baik. Kualitas pelayanan (Service quality) sebagai hasil persepsi dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual pelayanan.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu penilaian terhadap harapan pelanggan dengan hasil kinerja pelayanan. Selanjutnya Elhaitammy dan Parani dalam Mauludin (2001:39), mengemukakan tentang pengertian pelayanan jasa yang unggul (Service excellence) yaitu suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Sasaran dan manfaat dari jasa yang unggul secara garis besar terdapat empat unsur pokok yaitu : kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan. Keempat unsure pokok tersebut merupakan suatu kesatuan pelayanan yang terintegrasi, artinya pelayanan atau jasa menjadi tidak sempurna bila ada salah satu dari unsur tersebut diabaikan. Untuk mencapai hasil yang unggul, setiap karyawan harus memiliki ketrampilan tersebut, di antaranya berpenampilan baik serta berpenampilan ramah, memperlihatkan gairah kerja dan selalu siap melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaan dengan baik maupun kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, bisa memahami bahasa isyarat dan yang penting adalah mampu menangani keluhan pelanggan secara baik.

2.7.1. Indikator- indikator yang digunakan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan

Dalam upaya memperoleh tujuan pemasaran yang lebih baik, maka perlu meningkatkan kualitas baik barang maupun jasa yang dijual kepada pelanggan. Parasuraman dalam Mey dkk (2006:1) ada lima faktor yang mempengaruhi kualitas jasa sehingga dapat memberi kepuasan kepada pelanggan. Kelima dimensi tersebut antara lain :

1. Tangible

Bukti atau wujud langsung, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Reliability

Kehandalan , yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3. Responsiveness,

Responsif, yaitu keinginan para staff unutk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap.

4. Assurance

Jaminan, mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan. Assurance merupakan gabungan dari aspek-aspek :

a. Competence,

Kompetensi, yakni keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan untuk melakukan pelayanan.

b. Courtessy,

Kesopanan, yang meliputi keramah tamahan, perhatian dan sikap para karyawan.

c. Credibility,

Kredibilitas, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi, dan prestasi.

d. Security,

Keamanan, yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan karyawan untuk memberikan rasa aman pada pelanggan.

5. Empathy,

Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, kmunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Dari kelima dimensi tersebut, maka kepuasan pelanggan dapat diukur, dipahami dan dijadikan sebagai suatu hasil yang baik untuk kepentingan peningkatan kualitas pelayanan jasa yang diberikan kepada pelanggan, baik pelanggan yang baru pertama kali maupun pelanggan yang sudah berulang-ulang menggunakan jasa tersebut.

Lima dimensi yang dikemukakan Parasuraman dan kawan-kawan tersebut yang dipergunakan dalam penelitian ini. Namun selain yang dikemukakan oleh Parasuraman dan kawan-kawan tersebut, masih ada pakar lain yang mencoba merumuskan dimensi kualitas jasa, salah satunya Groonroos dalam Tjiptono (2001:73) bahwa terdapat tiga kriteria pokok, yaitu outcome-related, process related, dan image related criteria, dimana kriteria tersebut dijabarkan kembali menjadi enam unsur yaitu :

1. Profesionalism and Skills

Penyedia jasa (service prvider), karyawan, sistem operasional, dan sumberdaya fisik, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.

2. Attitudes an Behaviours

Pelanggan merasa karyawan perusahaan memiliki sifat penuh perhatian dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dengan senang hati.

3. Accessibility and Flexibility

Pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah dan fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.

4. Reliability and Trustworthiness

Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyelia jasa beserta karyawan dan sistemnya.

5. Recovery

Pelanggan menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, penyedia jasa mampu mencari pemecahan yang tepat.

6. Reputation and Credibility

Pelanggan meyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.

2.7.2. Strategi Meningkatkan Kualitas Pelayanan

Faktor –faktor yang perlu diperhatikan dalan meningkatkan kualitas pelayanan jasa adalah (Tjiptono, 2004:88-93):

1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan riset untuk mengindentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran dan memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. Dengan demikian dapat diketahui posisi relatif perusahaan di mata pelanggan dibandingkan para pesaing, sehingga perusahaan dapat memfokuskan upaya peningkatan kualitasnya pada determinan-determinan tersebut.

2. Mengelola harapan pelanggan

Semakin banyak janji yang diberikan, maka semakin besar pula harapan pelanggan yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh perusahaan. Untuk itu ada satu hal yang dapat dijadikan pedoman yaitu jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan.

3. Mengelola bukti (evidence) kualitas jasa

Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena itu jasa merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan cenderung memperhatikan fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas.

4. Mendidik konsumen tentang jasa

Pelanggan yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik. Oleh karenanya kepuasan mereka dapat tercipta lebih tinggi.

5. Mengembangkan budaya kualitas

Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.

6. Menciptakan automating quality

Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangya sumberdaya manusia yang dimiliki

7. Menindaklanjuti jasa

Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan bagi para pelanggan untuk berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka.

8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa

Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan pelanggan.

2.1.8. Konsep Kepuasan Konsumen

Tujuan akhir dari kegiatan pemasaran pada intinya adalah memuaskan pelanggan.Tujuan pemasaran bukan mencari laba, tetapi memberi kepuasan , karena dengan kepuasan akan terjadi pembelian ulang. Menurut Kotler,dkk, (2002:410) konsumen membuat pertimbangan pribadi mengenai nilai dari penawaran pasar dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan tersebut. Kepuasan konsumen dari satu pembelian tergantung dari kinerja produk relatif terhadap harapan pembeli., Seorang pelanggan mungkin telah mengalami berbagai tingkat kepuasan.

Apabila kinerja produk berada dibawah harapan maka pelanggan tidak puas, Jika kinerja produk memenuhi harapan, maka pelanggan puas. Pembeli membentuk harapannya tergantung pada pengalaman pembelian di masa lalu, pendapat teman atau rekan sekutu, dan informasi dan janji pemasar dan pesaing. Pemasar harus berhati-hati dalam menentukan tingkat kepuasan yang benar. Apabila mereka menentukan harapan yang terlalu rendah, mereka mungkin memuaskan mereka yang membeli tetapi tidak berhasil menarik cukup banyak pembeli. Sebaliknya, jika mereka menentukan harapannya terlalu tinggi, pembeli kemungkinan sebagian besar kecewa.

Sugiarto (2002:12), mengidentifikasi tingkat kebutuhan manusia berdasarkan urutan kepentingannya, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Sedangkan menurut Tjiptono (2002:146) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja produk aktual yang dirasakan setelah pemakaiannya.

Engel,dkk dalam Tjiptono (2002:146) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan asil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Rangkuti (2008 : 30), Kepuasan pelanggan dapat didefinisikan sebagai respons pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Berdasarkan konsep diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah fungsi dari harapan pelanggan terhadap produk (barang maupun jasa) dibandingkan dengan pengalaman terhadap produk tersebut, dimana pengalaman melebihi harapannya terhadap produk.

2.8.1. Mengukur Kepuasan Konsumen

Menurut Kotler (dalam Tjiptono, 2002 : 148 -50) cara mengukur kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Sistem keluhan dan saran (complaint and sugestion system)

Perusahan yang berhubungan dengan langganan membuka kontak saran dan menerima keluhan-keluhan yang dialami oleh langganan yang ditempatkan ditempat-tempat strategis. Ada juga perusahaan membeli amplop yang telah dituis nama dan alamat perusahaan-perusahaan untuk digunakan menyampaikan saran atau keluhan serta kritik stelah mereka sampai ketempat asalnya. Saran-saran tersebut dapat juga disampaikan melalui kartu komentar. Informasi ni dapat memberikan ide-ide dan masukan kepada perusahaan yang memungkinkan perusahaan mengantisipasi terhadap kritik dan saran tersebut. Namun cara ini dapat dikatakan cenderung bersifat pasif, karena tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluahannya. Juga sebaliknya tidak banyak pelanggan yang mau memberikan saran yang berkualitas terlebih lagi tanpa adanya imbal balik yang memadai kepada mereka yang bersusah payah menyumbang ide atau saran kepada perusahaan.

2. Survei kepuasan pelanggan (customer satisfaction survey)

Tingkat keluhan disampaikan oleh konsumen tidak bisa disimpulkan secara umum untuk kepuasan konsumen pada umumnya. Umumnya penelitian mengenai kepuasan konsumen dilakukan melalui survey, melalui pos,telepon atau wawancara pribadi, mengirimkan angket-angket kosong ke orang-orang erentu. Melalui survai perusahaan akan memperole tyanggapan dan umopan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus memberikan tanda (signal positif) bahwa perusahaan menaruh perhatian terhaedap pelanggannya. Metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :

a. Kepuasan yang dilaporkan secara langsung (directly reported satisfaction), yakni suatu pengukuran yang dilakukan secara langsung melalui pertanyaan, seperti ungkapan “seberapa puas saudara terhadap pelayanan PT. Phyrus Jaya, pada skala berikut : sangat puas, netral, puas, sangat tidak puas”

b. Ketidakpuasan yang dirasakan (derived dissatisfaction), pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.

c. Analisis masalah (problem analysis), pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok.Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan. Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan.

d. Analisis pentingnya kinerja (informance-performance analysisis), cara ini diungkapkan oleh Martilla dan James dalam artikel yang dimuat dalam jurnal of marketing pada bulan Januari 1977, mereka diminta me-rangking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu diminta me-rangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut.

3. Pembeli bayangan (guest shopping), perusahaan menyuruh orang tertentu pada perusahaan rtertentu atau perusahaannya sendiri untuk berperan sebagai pembeli/pelanggan ptensial produk perusahaan dan pesaing.

4. Analisis pelanggan yang beralih (lost customer analysis), perusahaan yang kehilangan langganan mencoba menmghubungi langganan tersebut dengan cara membujuk kenapa dia tidak menjadi pelanggan lagi. Yang diharapkan adalah diperolehnya informasi tentang penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi yang diperoleh akan sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan.

Hal-hal yang menyebabkan timbulnya ketidakpuasan konsumen (Alma, 2000:233), antara lain :

1. Tidak sesuai harapan dengan kenyataan yang dialami

2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan

3. Perilaku personil kurang menyenangkan

4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang

5. Biaya terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang, harga terlalu tinggi

6. Promosi atau iklan terlalu muluk, tidak sesuai dengan kenyataan.

2.8.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen

Rangkuti (2008:30), Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi jasa. Kepuasan pelanggan selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga, dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat. Persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa tidak mengharuskan pelanggan menggunakan jasa tersebut terlebih dahulu untuk memberikan penilaian.

Kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu usaha, hal ini dikarenakan dengan memuaskan konsumen organisasi dapat meningkatkan tingkat keuntungannya dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas. Menurut Schnaars 1991 dalam Tjiptono (2002:24), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 2002:24). Ada beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan/ketidakpuasan pelanggan. Day (dalam Tse dan Wilton, 1988) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.

Adapun manfaat dari kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2004: 79) antara lain :

1. Hubungan antara perusahaan dan para pelanggan menjadi harmonis

2. Memberikan dasar yang baik untuk pembelian ulang

3. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (WOM) yangmenguntungkan bagi perusahaan

4. Dapat menciptakan loyalitas pelanggan

5. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan

6. Laba yang diperoleh meningkat.

Menurut Kotler dan Susanto (2000:52) kepuasan pelanggan sepenuhnya (total customer satisfaction) adalah sejauh mana anggapan kinerja produk memenuhi harapan pelanggan. Bila yang diterima jauh dari harapannya maka pelanggan akan kecewa, sebaliknya bila yang diterima sama atau lebih dari harapannya maka pelanggan akan puas. Kalau kinerja melebihi harapan, pelanggan akan merasa sangat puas, gembira atau senang. Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor diantaranya( Kotler, 2000 : 52 ), adalah sebagai berikut :

1. Pengalaman pembelian terdahulu

2. Komentar teman dan kenalannya

3. Janji dan informasi pemasar dan saingannya

2.9. Konsep Minat Beli Konsumen

Minat beli konsumen dapat dijelaskan dengan teori perilaku terencana (TPT), dalam Sularto (2004:144) yang merupakan pengembangan dari Teori Aksi Beralasan (TAB), inti dari TPT dan TAB adalah niat individu untuk melakukan perilaku tertentu. Bagi TAB dan TPT, sikap perilaku dan norma subyektif pada perilaku dinyatakan dinyatakan mempengaruhi niat beli, tapi TPT memasukkan unsur kontrol perilaku yang dirasakan dalam mempengaruhi perilaku sebagai faktor tambahan yang mkempengaruhi niat beli konsumen. Menurut TPT, tindakan individu pada perilaku tertentu ditentukan oleh niat individu tersebut untuk melakukan perilaku. Niat itu sendiri dipengaruhi sikap terhadap perilaku, norma subyektif yang mempengaruhi perilaku dan kontrol keperilakuan yang dirasakan. Dengan demikian, minat membeli dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni (i) sikap terhadap perilaku (ii) norma subyektif yang mempengaruhi perilaku dan (iii) kontrol keperilakuan yang dirasakan.

Menurut Kartajaya (2007:105) menyatakan bahwa posisi servis dalam loyalty marketing adalah sebagai pendorong terjadinya pembelian ulang (repeat purchase). Penilaian pelanggan terhadap kualitas layanan tinggi, sikap perilaku pelanggan akan bersipat positif yaitu berusaha memperkuat hubungan dengan perusahaan, misalnya menyatakan hal positif tentang tentang perusahaan, tetap loyal pada perusahaan, dan merekomendasikan perusahaan pada orang lain, serta meningkatkan volume pembelian atau bersedia mebayar harga premium (Palilati,2007). Richins dalam Palilati (2007) menyatakan bahwa pelanggan yang mempersepsikan kualitas layanan secara inferior kemungkinan menunjukkan perilaku tertentu, seperti memutuskan hubungan dengan perusahaan, mengurangi belanja dengan perusahaan, dan mengkomplain. Sikap inilah yang akan memberikan tanda apakah pelanggan akan tetap setia atau berpindah. Hal serupa juga dinyatakan oleh Gabarini & Jhnson (1999) yang mengungkapkan pentingnya mengukur perilaku niat pelanggan dimasa yang akan datang apakah mereka berniat untuk tetap atau meninggalkan organisasi.

Sejalan dengan pendapat diatas, sikap positif pelanggan terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu, dan berniat untuk terus membelinya dimasa depan dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan dengan merek yang terakumul;asi dalam jangka waktu tertentu sebagaimana persepsi kualitas produk (Mowen,2002). Bila pelanggan merasa tidak puas dengan kinerja produk, mereka dapat mengeluhkannya kepada pengecer atau pabrik. Pada dua tahap akhir pasca akuisisi meliputi bagaimana akhirnya pelanggan membuat barang yang mereka beli dan apakah mereka mebentuk kesetiaan merek serta niat untuk membeli di masa yang akan datang. Pelanggan yang sangat puas cenderung akan membeli ulang dan bahkan menyampaikan cerita pijian tentang perusahaan. Kepuasan atau rasa senang yang tinggi menciptakan ikatan emsional dengan merek atau perusahaan tersebut, tidak sekedar kelebih-sukaan rasional.

Tjiptono (2005), Kualitas layanan yang diberikan oleh perusahaan sangat menentukan niat pelanggan untuk membeli atau tidak membeli produk perusahaan. Apabila kualitas yang diberikan baik maka pelanggan kemungkinan membeli, namun apabila kualitas layanan buruk,kemungkinan pelanggan tidak kecewa dan membeli lagi namun kemungkinan besar pelanggan juga akan kecewa kemudian melakukan komplain. Kecepatan dan ketepatan penanganan komplain akan mebantu perusahaan agar pelanggan yang kecewa dapat berubah menjadi tidak kecewa dan membeli lagi produk perusahaan.