Halaman Utama

Selasa, Januari 19, 2010

ISU- ISU PENCEMARAN PADA OBJEK WISATA DI BALI

Bali merupakan daerah tujuan wisata internasional, yang diminati oleh wisatawan domestik maupun wisatawan manca negara (internasional). Di Bali sendiri ada banyak kawasan wisata dan obyek wisata yang sudah dikenal sejak dahulu kala (misalnya : Sanur, Kuta, Ubud, Tanah Lot, Pura Besakih, Tampak Siring dsb) maupun kawasan dan obyek wisata yang baru dikembangkan beberapa dekade belakangan ini ( misalnya : kawasan wisata Nusa Dua, Jimbaran, Jati Luwih, Yeh Panes, dsb).

Semakin diminati Pulau Bali oleh wisatawan, yang tercermin dari jumlah kunjungan wisatawan yang cendrung meningkat dari tahun ke tahun, juga jumlah kamar hotel dan juga jumlah restaurant yang semakin bertambah, hal ini menunjukkan bahwa Pulau Bali semakin ‘ter-eksploitasi’ untuk kegiatan pariwisata. Suatu hal yang tidak mungkin hilang dalam kenyataan adalah konsep ‘rwa-bineda’, ‘jele-melah’, ‘baik-buruk’. Konsep ini juga berlaku bagi dunia pariwisata di Pulau Bali ini. Sisi baik yang diberikan oleh kegiatan pariwisata di Pulau Bali, jelas sudah dirasakan bersama oleh segenap masyarakat Pulau Bali, misalnya : Meningkatnya taraf hidup masyarakat, Pesatnya pembangunan, Pertukaran Budaya, Berkurangnya pengangguran. Sisi tidak baik yang disumbangkan oleh kegiatan pariwisata-pun tentunya tidak dapat dielakkan, seperti : pencemaran lingkungan (udara, sampah plastik, air, tanah, suara), lunturnya nilai-nilai luhur warisan budaya nenek moyang (komodifikasi budaya, hilangnya ke-‘bali’an orang bali) dan munculnya masalah sosial (judi, minuman keras, pelacuran dsb)

Yang perlu diperhatikan demi menjaga ke’ajegan’ Bali, tentunya adalah dampak negatif yang ditimbulkan akibat kegiatan pariwisata. Dengan mengamati dan mencermati fenomena-fenomena yang timbul, maka akan muncul kekhawatiran akan hancurnya Pulau Bali tercinta ini, jika kerusakan-kerusakan yang timbul tidak segera dibenahi. Paper ini bertujuan untuk mencermati isu-isu negatif yang timbul akibat aktivitas pariwisata. Untuk dapat mewakili, maka isu-isu tersebut digolongkan dalam lima kategori isu, yakni : (i) isu lingkungan, (ii) isu budaya , (iii) isu sosial, (iv) isu kesehatan dan (v) isu kemacetan lalu lintas. Kesemua isu ini diamati pada tiga objek wisata, yakni pada objek wisata (i) Kuta, (ii) Bedugul, meliputi danau buyan, bratan dan danau tamblingan, dan (iii) Sanur.

1. Kuta

Kuta merupakan objek wisata yang sudah dikenal sejak dahulu kala (mulai tahun 60an). Pantai Kuta yang indah dan akses yang sangat dekat dengan bandara internasional Ngurah Rai, menjadikannya sebagai ‘kampung wisatawan’. Kuta berada dalam wilayah Kabupaten Badung, sebagai penyumbang pendapatan asli daerah yang besar yang berasal dari kegiatan pariwisata.

Dampak positif pariwisata di Kuta sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Berdirinya hotel-hotel, restaurant, pasar seni, penukaran uang, hiburan malam tak pelak mengangkat status ekonomi penduduk asli kuta. Jika dahulu sekitar tahun 80-an penduduk Kuta kebanyakan hidup dari sektor kelautan (nelayan) dan peternakan dengan pendapatan yang minim, sekarang penduduk asli Kuta sebagian besar tidak perlu bekerja keras. Dengan modal tanah warisan yang dikelola dengan baik, penduduk asli kuta kebanyakan mengelola lahannya untuk pertokoan, rumah kos, hotel dan kegiatan bisnis yang berhubungan dengan pariwisata.

Dampak negatif pariwisata di Kuta tercermin pada isu-isu yang timbul, berasal dari observasi penulis pada objek wisata kuta, yakni :

a. Isu Lingkungan

Aberasi pantai (sepanjang pantai kuta), hal ini diduga penyebabnya adalah pemanasan global, kondisi ini tidak saja terjadi pada Pantai Kuta, melainkan juga seluruh pantai yang ada di Bali.

Sampah plastik (disepanjang trotoar dan selokan), hal ini diduga penyebabnya adalah kurang disiplinnya masyarakat kuta, juga wisatawan dalam membuang sampah plastik, juga belum sadarnya produsen-produsen untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik dan menggantinya dengan bahan-bahan lain yang lebih ramah lingkungan

Banjir, disebabkan kurang disiplinnya masyarakat dalam membuang sampah, masih ada yang membuang sampah ke got/selokan. Diduga penyebab lainnya adalah sistem drainase yang kurang baik.

b. Isu Budaya

Berkurangnya kesakralan upacara adat Bali (terutama di sepanjang pantai kuta). Pada saat melaksanakan upacara melasti, banyak wisatawan yang menggunakan bikini menyaksikan upacara, hal ini tentunya sangat kontras dengan masyarakat bali yang begitu khusuk melaksanakan upacara.

c. Isu Sosial

Prostitusi, merupakan pemenuhan kebutuhan biologis yang melanggar norma agama dan kesusilaan. Transaksi sering dilakukan di pusat-pusat hiburan malam, hotel-hotel bahkan di sepanjang jalan legian.

Narkoba

Free sex

d. Isu Kesehatan

Demam berdarah

Flu Babi (gerbang internasional)

e. Isu Kemacetan Lalu Lintas

Pada jam kerja

Upacara adat

2. Bedugul

Bedugul Bali, merupakan salah satu objek wisata pilihan di Bali juga. Objek wisata ini terletak di kabupaten Tabanan dan terkenal akan danau dan restorannya.

Suhu udara di Bedugul jauh lebih dingin dibandingkan tempat wisata lainnya di Bali, dengan suhu kurang lebih 18 drajat celcius, tentu memberikan suasana tersendiri selama liburan di Bali. Tempat wisata Bali ini mirip dengan yang ditawarkan di Kintamani.

Bedugul terkenal akan keindahan danau Tamblingan dan keindahannya dapat dinikmati dengan menyewa speedboat atau perahu untuk berkeliling danau. Objek wisata ini juga merupakan persinggahan untuk mengunjungi objek wisata lainnya seperti Tanah Lot, Sangeh, Taman Ayun dan tempat wisata lainnya.

a. Isu Lingkungan

Pendangkalan Danau, hal ini diduga penyebabnya adalah penebangan hutan secara liar, perubahan funsi lahan sekitar danau dan bukit, pada initinya pendangkalan disebabkan oleh berkurangya pepohonan disekitar danau dan bukit, sehingga berkurangnya serapan air (bio pori)

Sampah plastik (disepanjang trotoar dan selokan), hal ini diduga penyebabnya adalah kurang disiplinnya masyarakbedugulat , juga wisatawan dalam membuang sampah plastik, juga belum sadarnya produsen-produsen untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik dan menggantinya dengan bahan-bahan lain yang lebih ramah lingkungan

Kekuarangan air, diduga disebabkan kurangnya pepehonan disekitar bukit dan danau akibat penebangan liar dan perubahan fungsi lahan

b. Isu Budaya

Akulturasi budaya, terjadi pergeseran komposisi jumlah penduduk dimana pada saat ini trend yang terjadi adalah penduduk luar Bali semakin banyak datang untuk mencari penghidupan. Selama terjadi sinergi tidak akan terjadi masalah. Sebaliknya budaya Bali akan terkikis jika kedepannya semakin banyak lahan yang dijual kepada penduduk pendatang.

c. Isu Sosial

Berdasarkan pengamatan, di bedugul potensi masalah sosial yang muncul adalah prostitusi,mengingat keadaan alam bedugul yang sepi dan nyaman, jauh dari keramaian. Kondisi ini bertambah pada saat low season, yakni pada saat masa tidak libur (Senin s/d kamis) dan bulan-bulan maret, april, oktober november. Tingkat hunian yang rendah cenderung membuat pihak pengelola hotel dan penginapan kurang selektif dalam menerima tamu.

d. Isu Kesehatan

Demam berdarah

e. Isu Kemacetan Lalu Lintas

Pada hari-hari libur (sabtu dan minggu)

Upacara adat

3. Denpasar dan Sanur

Denpasar Bali, merupakan salah satu objek wisata pilihan di Bali juga. Sebagai ibukota provinsi dan juga kotamadya, Denpasar menawarkan beberapa objek wisata yang patut anda kunjungi diantaranya Museum Bali, Art Centre, Sanur dan objek wisata menarik lainnya.

Art Centre digunakan sebagai tempat pertunjukan budaya dan kerajinan masyarakat Bali. Tiap tahunnya di tempat ini diadakan pesta kesenian Bali ( PKB) yang dimulai di pertengahan bulan Juni sampai pertengahan bulan Juli.

Kesenian dan hasil kerajinan dari berbagai kabupaten di pulau dewata digelar yang tentunya menarik kunjungan wisatawan lokal maupun asing yang sedang berlibur di Bali.

Sedangkan pantai Sanur juga merupakan tempat favorit di Bali. Perkembangan pariwisata Bali awalnya di sini dengan dibangunnya hotel Inna Grand Bali Beach. Pantai Sanur sendiri menawarkan suasana pantai yang nyaman dan sunrise yang menyejukkan mata pengunjung.

a. Isu Lingkungan

Aberasi pantai (sepanjang pantai sanur), hal ini diduga penyebabnya adalah pemanasan global, kondisi ini tidak saja terjadi pada Pantai sanur, melainkan juga seluruh pantai yang ada di Bali.

Sampah plastik (disepanjang trotoar dan selokan), hal ini diduga penyebabnya adalah kurang disiplinnya masyarakat sanur, juga wisatawan dalam membuang sampah plastik, juga belum sadarnya produsen-produsen untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik dan menggantinya dengan bahan-bahan lain yang lebih ramah lingkungan

Banjir, disebabkan kurang disiplinnya masyarakat dalam membuang sampah, masih ada yang membuang sampah ke got/selokan. Diduga penyebab lainnya adalah sistem drainase yang kurang baik.

b. Isu Budaya

Berkurangnya kesakralan upacara adat Bali (terutama di sepanjang pantai kuta). Pada saat melaksanakan upacara melasti, banyak wisatawan yang menggunakan bikini menyaksikan upacara, hal ini tentunya sangat kontras dengan masyarakat bali yang begitu khusuk melaksanakan upacara.

c. Isu Sosial

Prostitusi, merupakan pemenuhan kebutuhan biologis yang melanggar norma agama dan kesusilaan. Transaksi sering dilakukan di pusat-pusat hiburan malam, hotel-hotel terutama di daerah semawang-sanur.

Narkoba

Free sex

d. Isu Kesehatan

Demam berdarah

Flu Babi (gerbang internasional)

e. Isu Kemacetan Lalu Lintas

Pada jam kerja

Upacara adat

STUDI KASUS : CLUB MEDITERANIAN, MANFAAT EKONOMI BAGI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

Latar Belakang
Club med didirikan pada tahun 1950 oleh asosiasi olahraga olimpic sebagai tempat liburan pedesaan di mana pengunjung bisa menikmati aktivitas olahraga di dalam perkemahan. Filosofi dari Club berdasarkan pada kehidupan orang-orang yang tinggal di lingkungan perkotaan yang melihat perbedaan pengalaman ketika liburan. Liburan ini bertujuan untuk melupakan sejenak kehidupan sehari-hari bagi wisatawan yang lelah bekerja dalam suasana perkotaan yang padat dan menjemukan. Oleh karena itu di liburan pedesaan Club med, didesain secara khusus, seperti: tidak ada telepon, tidak ada koran, banyaknya hiburan (khususnya aktivitas olahraga), dengan pakaian santai (casual), sistem pembayaranpun diselesaikan di hari terakhir wisatawan tinggal. Semua fasilitas yang disediakan untuk memberikan kesenangan dan kenyamanan pada wisatawan (tamu). Club Med adalah perusahaan pertama yang menawarkan semua termasuk paket liburan, yang telah menjadi segmen dengan pertumbuhan tercepat di sektor pariwisata.
Konsep ini berakhir pada awal 1980an, dimana Club Med telah memiliki 80 unit hotel di pedesaan pada 24 negara. Termasuk vila pedesaan musim panas, vila pedesaan musim salju seperti pedesaan yang letaknya jauh dari perkotaan dengan pemandangan alam yang indah dan memungkinkan untuk berekreasi., hal tersebut merupakan keungggulan tersendiri dengan terdapatnya fasilitas yang terbaik. Totalnya, unit Club Med yang ada pedesaan ini menawarkan 60.000 kamar untuk menginap, 12.000 staff karyawan dan anggota member lebih dari 1.000.000. Klub ini menawarkan paket yang di dalamnya terdapat perjalanan keliling sudah termasuk pemesanan pesawat, penjemputan di bandara, akomodasi (di hotel, penginapan atau bungalow), makan, dan penggunaan semua fasilitas olahraga dengan instruktur yang berpengalaman. Hiburannya diorganisir oleh anggota karyawan yang dikenal dengan ‘Gentil Organisateur’ (Nice Organisers) yang menganjurkan untuk mendekati (bergaul) dengan tamu dengan pendekatan berteman selain memberikan pelayanan sebagai karyawan Club Med. Hal ini sangat unik karena semua operator menawarkan produk yang original (asli).
Pada tahun 2000, persaingan dibidang ini menjadi sangat kuat, dan Club Med membutuhkan usaha-usaha untuk menyegarkan kembali citranya. Konsep Club Med telah menjadi ketinggalan zaman, meskipun memiliki lebih dari 100 resor desa di beberapa lokasi yang paling indah di dunia, dikunjungi oleh 1,5 juta pengunjung setiap tahun, (menurut John Vanderslice, Presiden & CEO Club Med Amerika. Club Med, sebagai merek yang sangat terkenal, namun tidak memiliki positioning yang jelas, (Vanderslice), "Harga dianggap terlalu mahal, dan membangun loyalitas dan memenangkan pelanggan baru telah menjadi jauh lebih sulit." Club Med harus merenovasi banyak villa-villa di desa, merubah sistem informasinya, keuangan, manajemen, dan isu-isu hukum. "Singkatnya, kami harus mengubah segalanya, tapi .... tetap semuanya sama." Perusahaan memiliki kerjasama yang baik dengan pasar Perancis dan Amerika, mempercayakan pemasaran pada periklanan, pelanggan (member) dan promosi dari mulut ke mulut. Presiden Club Mediterranee Amerika Utara, Jean Lallement, merasa bahwa produk yang dimiliki Club Med memiliki kekuatan dan konsep yang lebih menarik dari paket lainnya di pasaran. Ia menambahkan bahwa penelitian kecil menemukan bahwa ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu untuk mngerti profil perusahaan pelanggan tetapi rata-rata pelanggan yang datang berasal dari kelas sosial yang tinggi dengan umur 20-30 tahun dan satu di antara tiga berstatus sendiri (belum menikah). Dia merasa bahwa perusahaan harus mampu meraih 70 % tamu untuk melakukan kunjungan kembali (repeater) dengan meningkatkan kepuasan dalam produknya.
Lebih dari dua dekade, operator lain meniru konsep liburan pedesaan seperti di Pulau Karibia, walaupun mengadakan pemilihan target dan segmen pasar yang spesifik. Dalam meningkatkan segmen pasarnya, merek dari Club Med kehilangan keasliannya dan walaupun perusahaan masih berhasil di dalam pasar tradisional (Perancis dan Amerika) tetapi reputasi kualitasnya menurun dan liburan menjadi hal yang mahal. Di akhir tahun 1990an, perusahaan mengalami krisis keuangan. Di tahun 1997, Club Med merekrut Philippe Bourguignon dari Eurodisney untuk melanjutkan perusahaan dan tugas pertamanya adalah mengadakan evaluasi yang komprehensive tentang kekuatan dan kelemahan. Dia menemukan kepastian produk perusahaan yaitu: “Hari ini, Club berfokus pada manajemen liburan pedesaan. Di masa depan, kita harus fokus pada merek.” Pernyataan ini merupakan revolusi mini dari bagian operasional terutama pemasaran.
Dia mengakui bahwa konsep dan produk inti menarik (berbeda) tetapi citra perusahaan dan produktivitas sangat lemah. Walaupun begitu, dia merekomendasikan strategi baru berdasarkan pada pemosisian (repositioning) perusahaan dalam meningkatkan efisiensi.
Pertama, melakukan analisis untuk menentukan apa yang awalnya telah membuat Club Med begitu sukses, kemudian mengembangkan rencana yang akan memperkuat nilai-nilai inti dan penting kualitas yang membedakannya dari kompetisi. Perusahaan diciptakan slogan baru, "Lakukan sekarang, lakukan saja cepat, dan melakukan semuanya pada saat yang sama, "kata Vanderslice." Club Med adalah tim baru yang baru saja menyentuh tanah dan berlari, memikirkan kembali produk kami, memulihkan daya saing melalui harga, meningkatkan penjualan, dan re-engineering banyak operasi kami, " kata Vanderslice.
Untuk memperkuat dan reposisi merek, Club Med memutuskan untuk:
a. Renovasi desa, menghabiskan lebih dari $ 150 juta hanya di Amerika Utara.
b. Meningkatkan pengeluaran pemasaran, dan fokus pada media baru, terutama secara online.
c. Menyederhanakan struktur harga dengan menawarkan tingkat harga yang lebih sedikit dan mengurangi jumlah promosi.
d. Perluas penawaran produk dengan meningkatkan menunjukkan dan memperkenalkan kegiatan baru, yang termasuk panjat tebing, roller blading dan seni sirkus.
e. Atur ulang operasi, dan bergerak Club Med markas dari New York ke Florida.

Pada akhir 2000, Club Med usaha reposisi membawa pada tempat yang strategis. Club Med memiliki struktur keuangan yang kuat, manajemen baru, dan budaya baru. Pada tahun 2001, pendapatan naik, laba operasional lebih tinggi, lebih banyak tamu, dan semangat hebat, ungkap Vanderslice . Club Med sudah siap untuk meluncurkan kampanye besar di New York, "wanna play," pada 15 September, maka peristiwa tragis 11 September terjadi. Club Med menunda peluncuran dan bertanya-tanya apakah konsep ini tidak sinkron dengan realitas baru. "wanna play" konsep telah direncanakan sebagai tema untuk mengusir semua Club Med lain program pemasaran. "Wanna Play" akan mendorong orang dewasa untuk menambah kesenangan bagi kehidupan mereka, dan melibatkan anak-anak mereka di Club Med's program anak-anak. "Tapi yang paling penting, itu adalah cahaya-hati dan pesan yang jelas kepada pelanggan bahwa Club Med peduli tentang hubungan," Vanderslice menjelaskan. Setelah Presiden George W. Bush dan Walikota New York Rudy Giuliani memulai permainan bisbol pertama World Series kurang dari dua minggu kemudian, Club Med memutuskan saat yang tepat untuk memulai "Wanna Play." "Di masa-masa sulit, itu lebih penting daripada sebelumnya untuk mengidentifikasi dan memperkuat nilai-nilai inti Anda," Vanderslice noteed. "Hasil jangka pendek seharusnya tidak menghalangi jangka panjang membangun merek." Untuk mempertahankan keberhasilan rebranding, Club Med mengikuti lima prinsip.
(1) Upaya branding yang sukses fokus pada pembangunan hubungan. Itu sebabnya branding melampaui periklanan, yang merupakan monolog. Branding adalah sebuah dialog.
(2) Merek yang sukses meraih peluang luar biasa yang diciptakan oleh perubahan sosial dan ekonomi.
(3) upaya-upaya branding yang sukses baik memungkinkan personalisasi dan skala ekonomi.
(4) Merek, menurut definisi mereka, dibedakan. Mereka menyatakan sikap, mereka bercerita, mereka beresonansi dengan konsumen.
(5) Untuk menjadi pribadi, merek tidak dapat yang sama di mana-mana.

Club Med, yang memiliki 120 desa di 40 negara dan lima benua, sedang mengejar strategi rebranding yang secara geografis lebih beragam, Vanderslice berkata. Club Med menggunakan ungkapan, "global tapi lokal." Karena branding adalah tentang membangun hubungan, peran budaya sangat besar. Layanan yang sama atau produk mungkin memiliki manfaat yang berbeda untuk pelanggan yang tinggal di budaya yang berbeda. Vanderslice diringkas Club Med's rebranding filsafat dalam dua kata, "root dan link."
Perusahaan ini berakar dalam konsep asli, yang merupakan nilai-nilai inti dari kebebasan, kreativitas dan spontanitas. Club Med juga mendukung hubungan kuat antara desa-desa 'dan tamu mereka, yang memastikan fleksibel jawaban untuk setiap pengalaman dan kepuasan tamu.
POSISI CLUB MED
Produktivitas dan efisiensi
• Tugas pertama untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dengan pendekatan merek, Aquarius, menawarkan kemudahan dengan harga yang lebih murah dan memfokuskan kembali konsep asli: semuanya paket liburan. Bourguignon menyadari bahwa klien dari Club tradisional (lama) mengharapkan kualitas produk dengan harga yang masuk akal dan sejak memotong elemen produk dalam pemesanan untuk membuat harganya murah adalah hal yang jauh dari konsep asli, yang ditawarkan Aquarius tidak sesuai dengan citra Club. Di masa yang akan datang, dia berencana untuk mengenalkan jarak (tingkatan) produk dengan level harga yang berbeda tetapi semua dilengkapi dengan fitur (keistimewaan) dan fasilitas yang lengkap.
• Berikutnya kelompoknya memeriksa kembali setiap pedesaan untuk menilai area yang membutuhkan peningkatan kualitas. Tahun 1999, semua pedesaan diperbaiki. Untuk menigkatkan keuntungan, perusahaan telah memperkenalkan satu langkah yaitu memperpanjang musim di beberapa pedesaan, beberapa pedesaan itu dibuka hanya 3 bulan setiap tahunnya.
• Strategi baru mengenai Sumber Daya Manusia (SDM) sudah dilaksanakan yaitu pengurangan karyawan, hal itu dilakukan untuk membayar gaji karyawan di sektor lain. Di beberapa pedesaan, karyawan Club bekerja dua setengah kali lipat lebih banyak dibanding karyawan hotel lain di wilayah itu. Pelaksanaan kerjasama pembayaran dan sistem pembayaran juga telah diperkenalkan.

Proses pemosisian kembali (repositioning)
• Pertama, proses pemosisian kembali adalah untuk menangkap kembali pelanggan Club lama (tradisional) yaitu: pasar anak muda dan keluarga. Satu permasalahan pemasaran adalah focus pada bisnis utamanya, hanya bisa mengukur untuk menarik segmen pasar lain.
• Fokus saat ini adalah dalam memasarkan merek, labih konsentrasi untuk memperoleh lebih dari real estate dan asset perusahaan yang bergerak jauh dari fokus produk dalam memanajemen merek.
• Salah satu merek inti telah dibentuk kembali, perusahaan berencan menawarkan tingkatan produk baru seperti tur budaya, pertemuan bisnis dan konvensi di bawah label Club Med Bisnis, acara-acara (events) dengan label Club Med Bisnis dan mengembangkan Club Med World. Sebuah tempat hiburan dan belanja, dengan diskotik dan gedung bioskop sebaik outlet retail dan agen perjalanan.

Demikian Philippe Bourguignon mengerti bahwa kekuatan dari Club merusak merek dan konsep dan gaya hidup yang berasosiasi dengannya. Tetapi dia menyadari bahwa kunci bertahan adalah perbedaan. Jadi strategi ini jelas: menjaga dan meningkatkan merek dan menciptakan tingkatan produk baru dibawah ‘payung’ ClubMed.
Konsep pengembangan ClubMed bersinergi dengan pemerintah setempat. Sebagai contoh pengembangan Club Med di Mexico, dimana pemerintah mengharapkan dengan berdirinya Club Med akan meningkatkan pertumbuhan pariwisata di Mexico. Pemerintah membantu sebagian pendanaan pengembangan Club Med berdasarkan perjanjian kedua belah pihak. Club Med sebagai pemimpin dalam pembangunan dan pengembangan Club Med, lebih daripada pihak pemerintah.Club Med juga menetapkan aturan-aturan, metode, standard-standar, produk serta mengendalikan pemasaran dan harga.

Kekuatan
 Identifikasi merek kuat
 Konsep yang masih berjalan
 Staff frontline yang professional di pedesaan dan tempat perisitirahatan
 Mendahulukan pasar keluarga
 Posisi yang bersaing di pasar Amerika
 Harga yang bersaing di pasar liburan musim salju (walaupun ini tidak benar-benar dikenal)
 Sebagai leader dalam pengembangan proyek

Kelemahan:
• Pemimpin kantor manajemen
 Kekurangan pemimpin kantor manajemen yang terlatih
 Definisi tanggungjawab pada level manajemen yang tidak jelas
 Samar-samar dan tidak jelas
 Kekurangan proses anggaran belanja
• Produk
 Satu dari tiga pedesaan di dalam Negara anggota membutuhkan perbaikan
 Terlalu pendeknya musim liburan sehingga biaya menjadi mahal utuk bepergian ke pedesaan
 Perbandingan gaji karyawan yang tinggi
 Produknya terasa lebih mahal di Perancis
• Dampak arus pemasaran
 Manajemen merek yang tidak efektif
 Komunikasi yang tidak efektif
 Citra yang tidak jelas
 Ketidakjelasan pemahaman tentang profil konsumen (“kita ingin menyentuh setiap orang tetapi kita tidak menyentuh satupun”)
TOPIK DISKUSI
Apakah manfaat dan masalah ekonomi yang ditimbulkan dari Club Med terhadap :
a. Negara dengan perekonomian maju (Seperti Italia dan Amerika Serikat)?
b. Negara dengan perekonomian sedang berkembang


PEMBAHASAN
DAMPAK EKONOMI DARI PEMBANGUNAN CLUB MED
Bahwa kepariwisataan memiliki berbagai dampak ekonomi, sudah banyak diketahui orang. Secara formal, para ahli membedakan dampak ekonomi yang terjadi karena kegiatan pariwisata (pengembangan Club Med) termasuk pengembangan Club Med , terdiri dari Efek Langsung (Direct Effects), Efek Tidak Langsung (Indirect Effects) dan Efek Induksi (Induced Effects). Sementara itu, Efek Tidak Langsung dan Efek Induksi kadang-kadang disebutnya sebagai Efek Sekunder (Secondary Effects) yang menyertai Efek Langsung selaku Efek Primer (Primary Effect). Dampak total ekonomi pariwisata merupakan jumlah keseluruhan dampak yang terjadi baik langsung, tidak langsung maupun induksi, yang masing-masing dapat diukur sebagai keluaran bruto (gross output) atau penjualan (sales), penghasilan (income), penempatan tenaga kerja (employment) dan nilai tambah (value added). Secara nyata, kegiatan pariwisata (pengembangan Club Med) memberikan manfaat pada penjualan, keuntungan, lapangan kerja, pendapatan pajak dan penghasilan dalam suatu daerah. Dampak yang paling dirasakan langsung, terjadi di dalam sub-sektor pariwisata primer, -penginapan, restoran, angkutan, hiburan dan perdagangan eceran (retail). Pada tingkat kedua, di sub-sektor sekundernya, berpengaruh pada sebagian besar sektor ekonomi.
Analisis dampak ekonomi kegiatan pariwisata (pengembangan Club Med) lazimnya berfokus pada perubahan penjualan, penghasilan dan penempatan tenaga kerja di daerah bersangkutan yang terjadi akibat kegiatan pariwisata (pengembangan Club Med). Pada dasarnya analisis dampak ekonomi pariwisata menelusuri aliran uang dari belanja wisatawan, pertama-tama ke:
• Kalangan usaha dan badan-badan pemerintah selaku penerima pengeluaran wisatawan; kemudian ke:
• Bidang Usaha lainnya selaku pemasok (supplier) barang dan jasa kepada usaha pariwisata;
• Rumah Tangga selaku penerima penghasilan dari pekerjaan di bidang pariwisata dan industri penunjangnya;
• Pemerintah melalui berbagai pajak dan pungutan (resmi) dari wisatawan, usaha dan rumah tangga.
Direct Effects. Perubahan produksi sehubungan dengan dampak langsung atas perubahan belanja wisatawan. Misalnya, kenaikan jumlah wisatawan yang menginap di hotel-hotel akan langsung menghasilkan kenaikan penjualan di sektor perhotelan. Tambahan Penjualan yang diterima hotel-hotel dan perubahan pembayaran yang dilakukan hotel-hotel untuk upah dan gaji karyawan, pajak dan kebutuhan barang dan jasa merupakan effek langsung (direct effect) dari belanja wisatawan itu.
Indirect Effects. Perubahan produksi yang dihasilkan dari pembelanjaan berbagai babak berikutnya dari penerimaan hotel kepada industri para pemasoknya, yaitu pemasok barang dan jasa kepada hotel. Misalnya, perubahan penjualan, lapangan kerja dan penghasilan dalam industri linen (sprei, selimut, bed-cover, handuk, taplak dsb.) adalah salah satu dari efek tidak langsung (indirect effect) dari perubahan penjualan hotel. Usaha-usaha pemasok barang dan jasa kepada perusahaan linen merupakan babak lain dari efek tidak langsung, yang akhirnya tidak terlepas dari keterkaitan hotel dengan banyak sektor ekonomi lainnya di daerah itu sampai pada beberapa tingkat.
Dalam contoh sederhana dapat digambarkan seperti berikut:
Katakanlah suatu daerah berhasil menarik 100 tambahan wisatawan, masing-masing membelanjakan $100 per hari, sehingga total belanja mereka per hari di daerah itu adalah $10.000. Jika berlangsung selama 100 hari dalam satu musim liburan, maka daerah itu akan dapat mengakumulasi sejumlah $1.000.000 sebagai transaksi penjualan baru. Satu juta dollar itu terbagi ke berbagai bidang usaha, seperti penginapan, restoran, hiburan dan perdagangan eceran dengan proporsi tergantung pada bagaimana wisatawan itu membelanjakan uangnya yang $100 itu. Mungkin, 30% dari satu juta dollar itu akan “mengalir” (bocor) ke luar daerah itu yang diperlukan untuk membayar barang dan jasa yang dibeli wisatawan namun tidak diproduksi di daerah yang bersangkutan (barang dan jasa seperti itu lazimnya diperhitungkan sebagai dampak penjualan langsung). Karena “kebocoran” tadi, maka sisanya yang $700.000 dalam bentuk penjualan langsung akan menghasilkan $350.000 penghasilan dalam industri pariwisata dan menunjang 20 lapangan kerja pariwisata. Kita tahu bahwa industri pariwisata bersifat padat karya dan padat penghasilan, menciptakan proporsi penjualan yang besar menjadi penghasilan dan lapangan kerja terkait.
Sebaliknya, industri pariwisata membeli barang dan jasa dari industri lainnya di daerah itu dan membayarkan sebagian besar dari $350.000 penghasilannya untuk upah dan gaji karyawannya. Inilah yang menciptakan dampak sekunder ekonomi di daerah tersebut.Sebuah penelitian misalkan menggunakan faktor pengganda (multiplier factor) 2,0 untuk menunjukkan bahwa tiap dollar dari penjualan langsung menghasilkan satu dollar tambahan dalam penjualan sekunder di daerah yang bersangkutan. Dengan nilai pengganda 2,0, maka dampak ganda dari $700.000 dalam penjualan langsung itu menghasilkan total penjualan sebesar $1.400.000.
Selanjutnya penjualan sekunder itu menciptakan tambahan penghasilan dan lapangan kerja, yang menghasilkan dampak total dalam penjualan sejumlah $1,4 juta, serta $650.000 penghasilan dan 35 lapangan kerja.
Induced Effects. Perubahan dalam kegiatan ekonomi yang terjadi karena belanja rumah tangga dari penghasilan yang diperoleh langsung atau tidak langsung dari belanja wisatawan. Misalnya, karyawan hotel dan industri linen, yang ditunjang langsung atau tidak langsung oleh adanya pariwisata, membelanjakan uang mereka di daerah setempat untuk perumahan, makanan, angkutan dan serangkaian kebutuhan barang dan jasa untuk rumah tangga. Maka penjualan, penghasilan dan lapangan kerja yang dihasilkan oleh belanja rumah tangga dari tambahan upah, gaji atau penghasilan pemilik merupakan Efek Induksi (induced Effects).
Melalui efek tidak langsung dan efek induksi, perubahan belanja wisatawan sebetulnya dapat mempengaruhi tiap sektor ekonomi dengan berbagai jalan. Besaran efek sekunder tergantung pada kecenderungan usaha dan rumah tangga di daerah tersebut untuk membeli barang dan jasa dari pemasok lokal.
Efek induksi akan dirasakan, khususnya jika sebuah pemberi kerja menutup usahanya. Bukan hanya industri penunjangnya yang menderita (indirect effect), melainkan seluruh ekonomi setempat terkena dampaknya mengingat berkurangnya penghasilan rumah tangga di daerah itu. Misalnya, toko-toko eceran tutup, “kebocoran uang” ke luar daerah itu meningkat karena penduduk pergi ke luar daerah untuk mencari barang dan jasa. Dampak sebaliknya akan terjadi jika kenaikan penghasilan dan lapangan kerja meningkat tajam.
Pemakai terakhir (Final demand) merupakan istilah yang acap digunakan oleh para ekonom untuk penjualan kepada konsumen terakhir. Pemakai terakhir barang dan jasa pariwisata adalah rumah tangga, yaitu rumah tangga para wisatawan, para karyawan, pegawai negeri, para pengusaha, para petani, para peternak dsb. Demikian pula halnya belanja pemerintah dinilai sebagai pemakai terakhir.
Manfaat Club Med bagi perekonomian negara maju dan negara berkembang :
1. Meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan negara
2. Memperkuat nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing
3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Masalah-masalah ekonomi yang ditimbulkan :
Economic Leakages, hal ini disebabkan karena Club Med dimiliki orang perancis, hal ini berarti keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha Club Med akan lari ke negara perancis