Halaman Utama

Senin, Mei 04, 2009

STRATEGI BRANDING : Suatu Strategy Memenangkan Persaingan Dalam Hospitality Industry



I. Pendahuluan
Industri hospitality cenderung mengarah pada industri yang menukarkan jasa pelayanan dengan nilai. Oleh karenanya sebagian besar produk dari industri ini adalah jasa. Pengelolaan produk jasa sedikit berbeda dengan pengelolaan industri barang. Hal ini disebabkan produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang. Karakteristik produk jasa sebagai berikut (Gronroos 1990,25) : (i)Intangibelity (tidak dapat dilihat), (ii) Inseparabelity (tidak dapat dipisahkan antara proses produksi dan konsumsi), (iii) Perishabelity (Mudah rusak) dan (iv) Variabelity (sangat beragam).
Beberapa operator di dalam industri hospitality melihat produk mereka sebagai variabel yang sangat difikirkan untuk dapat memenangkan persaingan. Produk dalam industri hospitality adalah jasa yang menyediakan fitur-fitur dan manfaat (Gronroos,1990). Pelayanan ini meliputi tiga elemen, yakni :
a. Core Benefit (Manfaat inti)
b. Facilitating Services (Fasilitas Pelayanan)
c. Supporting Services (Pendukung Pelayanan)
Seperti diketahui bersama, industri pariwisata merupakan industri yang perkembangannya sangat pesat. Hal ini disebabkan karena setiap insan di dunia membutuhkan kegiatan wisata sebagai sarana untuk memulihkan kepenatan akibat melakukan aktivitas sehari-hari. Perkembangan teknologi informasi dan transportasi juga mendukung perkembangan industri pariwisata.
Dengan berkembangnya industri pariwisata, menyebabkan tumbuhnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata, seperti : hotel, restauran, biro perjalanan, tour operator, objek wisata dll. Pertumbuhan perusahaan-perusahaaan ini menimbulkan persaingan antara perusahaan-perusahaan tersebut. Ada banyak cara untuk memenangkan persaingan, tentunya disini dengan melakukan strategi pemasaran (marketing strategy), misalnya Marketing Mix Strategy yang meliputi : (i) strategi bauran produk (product mix strategy), (ii) strategi bauran harga (price mix strategy), (iii) strategi bauran saluran distribusi (place mix/channel of distribution mix) dan (iv) strategi bauran promosi (promotion mix strategy) .
Salah satu strategi yang paling sering digunakan oleh perusahaan dalam industri pariwisata adalah strategi branding. Branding sendiri berarti karakteristik produk yang melekat di benak konsumen yang diharapkan sesuai dengan pencintraan yang diharapkan oleh perusahaan. Branding dapat dilakukan oleh semua jenis perusahaan baik yang bergerak dibidang produk barang maupun jasa.
Dalam industri pariwisata, industri pelayanan makanan dan minuman memegang peranan penting demi tercapainya kepuasan wisatawan. Pertumbuhan di bidang industri pelayanan makanan dan minuman juga berkembang sangat cepat, seiring pertumbuhan industri pariwisata itu sendiri. Berbagai macam bentuk pelayanan makanan dan minuman, mulai dari pelayanan dengan waiter dan waitress (waiter services) yang terdiri dari french service, american service, english service, chinesse service sampai dengan pelayanan cepat saji (self service / quick service).
Didalam melakukan perjalanan wisata, banyak wisatawan yang ingin segera melakukan tour tanpa banyak menghabiskan waktunya untuk makan dan minum. Oleh karenanya dewasa ini persaingan dibidang pelayanan makanan dan minuman dirasakan cukup sengit. Satu fenomena yang menarik yang dapat dilihat di Indonesia, bahwa segmen pasar pelayanan makan dan minum cepat saji masih dipegang oleh perusahaan luar, seperti : Mc.Donald, Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut, Wendys, dan perusahaan asing lainnya. Pemain-pemain lokal, masih belum mampu menandingi kepiawaian perusahaan luar, paling tinggi hanya mampu meniru, misalnya My dea fried chicken, Tella Krezz, masih belum mampu menandingi keperksaan perusahaan luar tersebut.
Dari perusahaan luar tersebut, ada dua perusahaan pelayanan makanan cepat saji yang menarik untul diamati, yakni Kentucky Fried Chicken dan Pizza Hut yang cukup eksis di Indonesia. Kedua perusahaan ini dimiliki oleh Tricom, yang melakukan strategi Branding, sehingga mampu mendominasi pada segmen pelayanan makanan cepat saji diseluruh belahan dunia.

II. Batang Tubuh

2.1 Branding
Bond .H (1992) Branding dapat juga dikatakan sebagai karakteristik produk, karena Brand berhubungan dengan pikiran konsumen sebagai mana produk tersebut ditawarkan olejh perusahaan Brand juga berfungsi untuk meningkatkan performance dari operasional perusahaan. Dengan Brand, maka konsumen akan lebih mengenal, memahami, mengingat, dan mencintai produk. Sebagai contoh, jika kita ingin memakan ayam goreng, hamburger, disebuah restauran yang bersuasana ‘untuk keluarga’ kita dengan mudah mengingat huruf’M’ yang merupakan Brand dari Mc.Donald. Pemisalan yang lain, jika kita terkena batuk, dan flu, dengan mudah kita mengingat kata “....dikomix aja..”, sebagai brand dari komix. Brand image juga melindungi produk dari persaingan, karena dengan brand maka konsumen lebih mudah untuk mengingat produk yang ditawarkan.

2.2. Brand Equity
Adalah nilai yang secara bertahap dibangun oleh sebuah brand, yang disebabkan penghargaan untuk perusahaan karena produk-produknya mampu memuaskan konsumen. Bond .H (1992)

2.3. Brand Loyalty
Adalah tujuan dari kegiatan Branding, suatu tingkatan dan fase, dimana konsumen terus menerus membeli produk yang sama. Bond .H (1992)



2.4. Umbrella Branding dan Sub Branding
Adalah kegiatan Branding yang melibatkan satu produk yang sudah dikenal dan memiliki brand loyalty yang berfungsi sebagai Umbrella Branding. Umbrella branding berfungsi untuk mempromosikan produk yang lebih baru, yang disebut Sub Branding. Sebagai contoh :Burger King sebagai umbrella brand dari Whopper (Sub Brand) ; Mc.Donald berfungsi sebagai umbrella brand dari Big Mac (sub brand), Bond .H (1992)

2.5. Inggredien Branding
Untuk meningkatkan kegiatan perusahaan dalam persaingan yang semakin memanas, maka perusahaan menggunakan brand perusahaan lain untuk mengkokohkannya. Misalnya : Hyatt Hotel, menu room servicenya menyertakan hillshire farm & oscar meyer product. TGI Friday menghidangkan juga Jack Daniel’s Grill. Bond .H (1992)

2.6. Co Branding (Colocation)
Menempatkan dua brand yang tidak saling kompetisi dalam satu tempat yang sama.
Co Branding (Bidang usaha bea dalam satu tempat), Colocation (bidang usaha sama dalam satu lokasi). Bond .H (1992)

2.7. Multiple Branding
Bond .H (1992) Dilakukan oleh hotel-hotel besar dengan memecah menjadi dua brand, tingkat occupancy menjadi lebih tinggi.

2.8. Family Branding
Satu merek untuk beberapa jenis produk dengan segmen pasar yang berbeda. Contoh Sony, memiliki banyak family brand untuk produk camera, tape, vcd, dvd, dll. Pada industri jasa/perhotelan line ekstentions dianalogikan dengan family branding , Bond .H (1992)
2.9. Individual Brand
Menggunakan satu brand untuk satu jenis produk, misalnya : Tricon Global Restaurant memiliki 3 brand untuk 3 unit produk : KFC, Pizza Hut dan Taco Bell. Bond .H (1992)

2.10. Strategi Branding yang dilakukan oleh Tricon Global.
Tricon membangun produknya dengan menggunakan tiga icon brand yaitu: Tacobell, Pizza Hut, dan Kentucky Fried Chicken. Masing-masing dapat disebut sebagai simpel brand yang memiliki pencitraan yang berbeda berdasarkan harga, menu, strategi promosi, dan jenis/gaya pelayanannya. Ketiga brand ini merupakan pemimpin didalam segmen restauran dengan pelayanan quick service. (Muller, 2005; 46-92)
Permasalahan yang dihadapi didalam mengco-brandingkan ketiga brand tersebut adalah setiap brand memiliki karakter produk yang unik, segmen pasar yang berbeda-beda bahkan ketiga brand ini saling bersaing. Namun demikian perusahaan seperti Keller sudah membuktikan bahwa strategi co branding/brand bundling/brand alliances mampu meraih kesuksesan dalam memenangkan permainan. Hal ini disebabkan karena: (Muller, 2005)
Meminjam ketenaran dari brand saudaranya (sibling brand)
Menjadikan ketenaran brand saudaranya (sibling brand) sebagai sebuah asset
Mengurangi biaya produksi
Mengurangi biaya marketing
Memperluas jaringan brand
Meningkatkan nilai tambah pelanggan, dan yang paling penting
Meningkatkan unit pendapatan; semua hal diatas saling berkaitan.

Sama dengan hal diatas, Lele menyarankan bahwa produk penyerta, sebagai contoh, produk restauran yang kurang laku, tetapi dengan target pasar yang luas dapat digunakan dengan efektif untuk melengkapi aset brand individual. (Muller, 2005) Efek komplementer ini dilakukan dengan mempromosikan inovasi, menyakinkan kualitas produk secara menyeluruh, menyediakan/menyertakan pemahaman akan perbedaan antara co brand dan menghasilkan tambahan penjualan dari masing-masing brand. Tidak hanya brand individu menghasilkan keuntungan dari penjualan tetapi produk penyerta juga membantu peningkatan penjualan yang pada akhirnya menguntungkan perusahaan induk. Dalam contoh ini, strategi co branding pada awalnya Kentucky Fried Chicken berfungsi sebagai brand individual dengan karakteristik produk yang unik. Kemudian Pizza Hut dan Tacobell menyertai penjualan bersama dengan KFC sebagai pendamping. Pada awalnya Pizza Hut dan Tacobell tidak sepopuler KFC, namun karena bersama-sama penjualannnya dengan KFC tingkat popularitasnya menanjak, sehingga pada saat ini, ketiganya menjadi besar. Pada akhirnya menguntungkan perusahaan induk Tricon.

III. Penutup
Dari informasi diatas, strategi branding sudah dibuktikan ampuh dalam memenangkan persaingan. Namun demikian kesulitan yang dihadapi antara lain adalah : Kapanpun ini terjadi, perusahaan benar-benar fokus terhadap dua isu utama yang mempengaruhi kesetiaan pada merk (brand loyalty). (i) nama baru yang disebabkan oleh penyatuan dua atau beberapa jenis perusahaan, (ii) apa yang dilakukan dengan brand; yang dalam hal ini adalah perusahaan baru akibat merger dan akuisisi. (Patria Laksamana, 2009 :7-8). Oleh karenanya usaha yang dapat dilakukan adalah, ada tiga buah pilihan yang mungkin dapat dilakukan dengan harapan agar konsumen tetap setia : (i) menggabungkan brand-brand yang masih eksis (sudah ada), (ii) hanya menggunakan satu brand dari brand-brand yang diakuisisi, dan (iii) menciptakan sebuah brand baru.
Penelitian lain yang terkait dengan strategi branding adalah (Nugroho, 2009 :1) , terdapat pengaruh yang signifikan antara elemen marketing mix yang terdiri dari , price store image , distribution, advertising, price deals dan sponsorship terhadap brand image dan brand awareness, pada sebuah perusahaan elektronika di semarang.
Triyanti Pramono (2009 :1), terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi kualitas dan sikap secara bersama-sama terhadap minat beli konsumen pada produk foreign branding, pada insutri minuman teh di Indonesia.

Daftar Pustaka
Nugroho, Ari. 2009. Pengaruh Elemen-elemen Marketing Mix Pada Brand Equity Merek Samsung . Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Pramono, Nursita Triyanti.2009. Analisis Efek Foreign Branding Terhadap Persepsi Kualitas dan Sikap Konsumen Kepada Minat Beli Produk Frestea dan Teh Botol Sosro. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Laksamana, Patria.2009. Branding Dilemas-The Problem Posed by Mergers and Acquisitions. Jakarta : Multaimedia Seni Teknologi
Muller, Christopher.2009.The Case for Cobranding in Restaurant Segments. USA : Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly.
Bond,H.1992. Double-Branding Seen as Sign of The Times. New York : NBC Broadcasting Company.